JAKARTA – Menjelang Pilpres 2024, Political and Public Policy Studies (P3S) menggelar webinar dengan judul ‘Pilpres 2024, Prabowo-Airlangga Pasangan Ideal’ dipandu pembawa acara Ricardo Marbun membahas tentang kemungkinan Prabowo Subianto dan Airlangga Hartarto sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024.
Dalam diskusi tersebut, para pembicara yaitu Dr. Reza Haryadi dari Universitas Indonesia, Dr. Dedy Kurnia Syah, dan Jerry Massie, PhD membahas kemungkinan tersebut.
Pembicara pertama, Dr. Dedy Kurnia Syah, mengungkapkan bahwa Prabowo dan Airlangga merupakan duet yang ideal karena keduanya memiliki kemampuan dan pengalaman yang mumpuni di bidang politik dan ekonomi. Selain itu, Prabowo dan Muhaimin Iskandar sudah sejak awal membuat Sekretaris bersama.
Dr. Dedy Kurnia Syah mengatakan dalam perkembangan survei, masih terdapat ketidakpastian mengenai apakah Golkar akan menjadi nomor dua dalam hal pencalonan wakil presiden, ataukah Prabowo akan menjadi bakal presiden.
Oleh karena itu, semua kemungkinan masih terbuka lebar dan tergantung pada keputusan partai politik masing- masing serta dinamika politik yang terjadi pada Pilpres 2024 nanti.
“Namun terdapat potensi bahwa Prabowo dan Airlangga akan bertarung sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024,” katanya.
Dalam hal ini, Golkar sebagai partai yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto memiliki potensi untuk menjadi nomor dua dalam hal pencalonan wakil presiden mengingat dukungan yang dimilikinya.
Namun, masih terlalu dini untuk memprediksi hal tersebut. Prabowo mempunyai kemandirian jika dibandingkan dengan tokoh lainnya seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Prabowo merupakan Ketua Partai dan mempunyai logistik.
Hal ini berbeda dengan kedua tokoh tersebut. Prabowo dan Airlangga menjadi tokoh yang mampu untuk membuat program pembangunan yang lebih mandiri dalam melanjutkan pembangunan bangsa.
“Mengingat kedua tokoh ini adalah tokoh penting di partai politik yang memiliki dukungan besar, maka peluang keduanya menjadi calon presiden sangat terbuka,” jelas Dr. Dedy Kurnia Syah.
Dalam hal ini, Golkar sebagai partai yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto memiliki potensi untuk menjadi nomor dua dalam hal pencalonan wakil presiden, mengingat dukungan yang dimilikinya. Namun, masih terlalu dini untuk memprediksi hal tersebut. Prabowo mempunyai kemandirian jika dibandingkan dengan tokoh lainnya seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Prabowo merupakan ketua Partai dan mempunyai logistik.
Hal ini berbeda dengan kedua tokoh tersebut. Prabowo dan Airlangga menjadi tokoh yang mampu untuk membuat program pembangunan yang lebih mandiri dalam melanjutkan pembangunan bangsa.
Dr. Dedy Kurnia Syah, menjelaskan Airlangga tidak banyak komentar dalam isu pemerintah. Mereka fokus bekerja di pemerintahan untuk pembangunan nasional. Golkar tidak memberikan komentar terkait Piala Dunia, dan isu lainnya. Airlangga mampu untuk konsolidasi Partai Golkar.
Dedy Kurnia Syah juga mengatakan bahwa Prabowo dan Airlangga merupakan duet ideal karena keduanya memiliki kemampuan dan pengalaman yang mumpuni di bidang politik dan ekonomi.
Namun, hal ini masih tergantung pada keputusan partai politik masing-masing dan dinamika politik yang terjadi pada saat Pilpres 2024 nanti.
Dr. Reza Hariyadi menjelaskan bahwa berdasarkan siklus 10 tahunan, pemenang pemilihan presiden tidak selalu pemenang mayoritas di parlemen, bahkan bisa menjadi pemenang minoritas di parlemen.
Oleh karena itu, diperlukan sikap negarawan di kalangan elit politik agar proses demokrasi tidak menimbulkan konflik pasca pemilihan presiden. Secara realistis, Golkar sebagai calon wakil presiden bisa memberikan keuntungan bagi Prabowo, selama Golkar menurunkan targetnya sebagai wakil presiden.
Di sisi lain, diharapkan hal ini dapat memberikan efek positif bagi Golkar dalam meningkatkan elektabilitasnya.
“Sulit kita mengharapkan kualitas pemimpin ke depan. Hal strategis untuk kepentingan pembangunan bangsa. Visi dan misi capres tidak mendapatkan porsi isu utama. Sehingga pengelolaan negara nanti sangat tergantung pada capres dan cawapres terpilih,” katanya.
“Kalau kita tidak menghilangkan politik identitas dan pencitraan. tranformasi pemilih yang tradissional dan irasional menjadi pemilih yang kritis dan rasional, proses politik mungkin bisa mewujudkan kesejahteraan. Pilpres yang tertuju pada popularitas dan elektabilitas sulit untuk mewujudkan pemimpin yang berkualitas,” kata Dr. Reza Hariyadi.
“Kedua tokoh harus bisa membentuk koalisi besar. Namun jika tidak bisa dibentuk mungkin bisa diwujudkan pasca Pilpres,” tutup Dr. Reza Hariyadi.
Dalam webinar tersebut, A. Choirul Umam menjelaskan bahwa pasangan Prabowo- Airlangga memiliki potensi untuk maju dan ideal bagi pendukungnya.
“Namun, dalam penentuan calon presiden dan calon wakil presiden, harus diperhitungkan penguatan elektoral yang memadai agar dapat memberikan dukungan kemenangan. Konteks ideologi juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam penentuan dukungan pendukung fanatik,” jelasnya.
“Selain itu, kemampuan logistik dari calon presiden terutama untuk menyediakan saksi di tingkat PPS dan PPK sangat berpengaruh terkait kemenangan,” terangnya.
Selain itu, kasus hukum juga menjadi faktor penting dalam penentuan pasangan calon. Indikator tersebut kemudian disimulasikan untuk menentukan apakah Prabowo dan Airlangga akan mempunyai kebulatan tekad untuk maju sebagai calon presiden.
Jika mendekati PDI Perjuangan, penentuan calon wakil presiden akan ditentukan oleh PDI Perjuangan. Selain itu, negosiasi antara partai koalisi di pemerintahan KIB sulit sekali diwujudkan, namun jika ego bisa diturunkan, mungkin bisa terwujud.
Menurut A. Choirul Umam, Prabowo lebih ideal menjadi calon presiden koalisi dengan PKB namun belum ada calon wakil presiden yang dipilih.
Prabowo sadar memiliki basis kekuatan Islam kelompok tengah yang tersebar di sejumlah daerah seperti Jakarta, Banten, dan Sumbar. Namun, jika Prabowo masuk ke dalam pemerintahan, dukungan dari basis tersebut mungkin akan hilang.
“Oleh karena itu, Prabowo menginginkan basis Islam moderat untuk mendukungnya, namun basisnya tidak solid. Golkar dan PKB berdasarkan pengalaman siapa yang menjadi Presiden kedua partai akan selalu berada di Pemerintah. Mengajak masyarakat untuk menunjukkan ide gagasan untuk Indonesia ke depan. Jangan sampai adanya prank politik,” jelas Chiurul Umam.
Jerry Massie, sebagai direktur P3S, menyatakan bahwa Golkar adalah partai lama dengan pengaruh budaya selama 32 tahun dari era Orba. Dalam pemilihan presiden, isu-isu akan dimainkan untuk meningkatkan elektabilitas.
Jerry Massie mengungkapkan apresiasi kepada TNI- Polri atas upaya mereka dalam memastikan terlaksananya pemilihan demokratis. Prabowo perlu mencari narasi politik yang tepat untuk memenangkan kembali pemilih yang dulunya mendukungnya.
Saat ini, menjadi pemimpin populis tidak lagi efektif, dan sulit untuk memenangkan pemilihan hanya dengan citra dan branding yang baik. Politikus bisa kehilangan popularitas mereka dengan mudah. Partai politik biasanya membentuk ‘aliansi’ pada menit terakhir pendaftaran calon presiden dan wakil presiden.
Jerry Massie juga mengimbau penyelenggara pemilu untuk memastikan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
“Prabowo harus berkaca pada pengalaman yaitu kekalahan dalam Pilpres. Jangan sampai kekalahan akan berulang,” katanya.
“Jangan sampai antara PKB, Golkar, dan Gerindra nanti pecah gara-gara menentukan capres dan cawapres,” imbuhnya.