Hak Tolak Jurnalis: Pilar Kebebasan Pers yang Harus Dijaga

Penulis: Muhammad Yusuf Buraearah, SH. (Redaktur Kriminal kosongsatunews.com)

OPINI – Dalam dunia jurnalisme, hak tolak jurnalis adalah salah satu prinsip penting yang kerap kali terlupakan. Hak ini memberikan kebebasan bagi seorang jurnalis untuk menolak permintaan atau instruksi yang dirasa bertentangan dengan kode etik, idealisme, atau nilai-nilai yang mereka pegang teguh. Kebebasan ini tidak hanya melindungi jurnalis dari tekanan eksternal, tetapi juga menjaga independensi dan integritas profesi pers itu sendiri.

Hak tolak menjadi benteng pertahanan jurnalis dalam menjaga objektivitas dan akurasi pemberitaan. Tanpa adanya hak ini, jurnalis berpotensi menjadi alat bagi pihak-pihak tertentu yang ingin memanipulasi informasi atau menyebarkan narasi yang tidak berdasar. Oleh sebab itu, hak tolak adalah cerminan dari kebebasan pers yang menjadi pilar demokrasi.

Landasan hukum hak tolak jurnalis diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tepatnya pada Pasal 7 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik.” Sementara dalam Pasal 4 Ayat 3 ditegaskan, “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak tolak guna melindungi sumber informasi, termasuk wartawan yang menolak untuk menulis atau memublikasikan informasi yang dinilai bertentangan dengan etika jurnalistik.”

Namun, tidak jarang hak tolak dianggap sebagai bentuk pembangkangan atau sikap yang tidak kooperatif oleh sebagian pihak. Padahal, esensi dari hak ini adalah untuk menjaga agar seorang jurnalis tidak kehilangan otonomi dalam menentukan berita mana yang layak untuk diliput dan bagaimana cara menyajikannya. Dalam konteks ini, jurnalis harus mampu mempertahankan prinsip-prinsip profesionalisme dan etika jurnalistik, meskipun berhadapan dengan tekanan eksternal.

Menurut pendapat Dr. Masduki, seorang akademisi sekaligus pakar media dari Universitas Gadjah Mada, hak tolak adalah bagian dari kebebasan pers yang harus dilindungi. Dalam diskusi media yang diadakan oleh Dewan Pers pada Maret 2022, ia menyatakan, “Hak tolak merupakan mekanisme penting dalam menjaga otonomi jurnalis dari intervensi pihak luar, terutama di tengah situasi di mana tekanan terhadap media semakin kuat.” Komentar ini menegaskan bahwa hak tolak jurnalis adalah fondasi untuk menjaga kredibilitas media dalam menghadapi berbagai tantangan di era digital.

Di sisi lain, jurnalis yang menggunakan hak tolak juga harus melakukannya dengan bijak dan bertanggung jawab. Penggunaan hak ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didasarkan pada pertimbangan moral, kode etik jurnalistik, dan kepentingan publik. Hak tolak seharusnya menjadi alat untuk menegakkan kebenaran, bukan sekadar alasan untuk menghindari tanggung jawab.

Kebebasan pers yang sehat membutuhkan keseimbangan antara hak tolak jurnalis dan kepentingan publik. Jurnalis yang berani menolak meliput berita yang dirasa tidak sesuai dengan etika harus didukung oleh media tempat mereka bekerja. Sebab, pada akhirnya, keberanian untuk menolak adalah bentuk komitmen terhadap kebenaran.

Dalam lingkungan media yang terus berkembang, hak tolak harus terus dihormati dan dipertahankan. Tanpa hak ini, jurnalis akan kehilangan kebebasan untuk menjalankan tugasnya dengan independen dan kritis. Oleh karenanya, penting bagi semua pihak untuk menghargai hak ini demi menjaga kebebasan pers yang kuat dan berintegritas.

Jurnalis bukan hanya penyampai berita, tetapi juga penjaga kebenaran. Hak tolak adalah perisai yang melindungi mereka dalam menjalankan misi ini, memastikan bahwa pers tetap menjadi pilar demokrasi yang terpercaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *