Alamak ….! Kasus Dugaan Pemalsuan Dokumen Penjualan Rumah Terjadi di Medan Johor

Medan –

Pemerintah menyatakan serius dalam memberantas praktik mafia tanah dengan menargetkan pada 2025 dapat mengurangi sengketa dan kejahatan oleh para mafia tanah.

Diduga Kasus pemalsuan dokumen penjualan rumah baru-baru ini menjadi perhatian publik. Sehubungan dengan adanya laporan M. Ridwan (39) yang melaporkan pada Kepolisian karena adanya kejahatan pemalsuan dokumen penjualan rumah milik neneknya Samiyem yang dijual. Saat ini, laporan tersebut masih dalam proses pemeriksaan Kepolisian.

Adapun pemalsuan dokumen penjualan rumah seluas 289 M dengan ukuran 16,50× 17 yang berada di Jalan. Karya Utama No 34 Lingkungan 3 Kelurahan. Pangkalan Masyhur Kecamatan. Medan Johor.

M. Ridwan adalah salah satu ahli waris terhadap objek tanah milik orangtuanya Ibu Nurani (Alm). Tim kuasa hukum M. Ridwan, Wandi Budi Wijaya, S.H, Chandra P. Naibaho, S.H dan Ilham Febrian, S.H kepada wartawan mengatakan kejadian terjadi pada tahun 2016, dimana terlapor SH, DS, dan TS menjual rumah milik neneknya Samiyem kepada ZN tanpa sepengetahuannya dan tidak diikut sertakan atau dilibatkan, Senin (12/12/22).

Salah satu kuasa hukum M. Ridwan Bapak Wandi Budi Wijaya, SH mengatakan Pemalsuan Dokumen Penjualan Rumah ini sudah dikeluarkan Surat Pernyataan pelepasan penguasaan tanah dengan ganti rugi oleh Camat Medan Johor.

“Sudah waktunya para dalang pemalsu dokumen penjualan rumah tertangkap, karena selama ini dirinya tidak pernah melihat ada dalang pemalsu dokumen rumah yang diciduk pihak Kepolisian. “Inilah yang diharapkan masyarakat”, ucap Wandi.

Wandi Budi Wijaya, SH berharap Bapak Kapoltabes Medan dan Bapak Walikota Medan untuk segera menangkap dan menindak Para oknum-oknum yang melakukan pemalsuan dokumen penjualan rumah ini.

“Kepada Bapak Kapoltabes Medan yang menangani kasus ini, untuk tetap diperhatikan permasalahan ini dan di proses sebagaimana mestinya dan Kepada Bapak Walikota Medan Bobby Nasution, kami meminta untuk menindak tegas Para oknum-oknum dari pihak Kecamatan dan Kelurahan yang terkait dari kasus ini, agar tidak terjadi lagi kepada masyarakat lainnya”, harapnya.

Seperti diketahui Pemalsuan dokumen dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya. Ketentuan tersebut tercantum pada Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Pasal 263 KUHP menyatakan sebagai berikut; 1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Ketentuan sanksi lain tercantum dalam Pasal 264 dan 266 KUHP. Pasal 264 ayat (1) menyatakan, Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap: 1. akta-akta otentik; 2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; 3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai: 4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;

Ayat (2) menyatakan, diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Sedangkan Pasal 266 ayat (1) menyebutkan, barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya, sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian. (Iwan Syaputra).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *