PD Aman Majene Gelar Workshop ,Dorong Implementasi Perda No 1 Tahun 2023

MAJENE — Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena memiliki ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan kuat dengan tanah, wilayah dan Sumbar Daya Alam (SDA) di wilayah adatnya.

Selain itu, masyarakat hukum adat juga memiliki sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial dan hukum yang berbeda, baik sebagian maupun seluruhnya dari masyarakat pada umumnya.

Dengan lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Majene Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengakuan Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat, diharapkan ada proses percepatan dalam pengimplementasiannya.

Dalam Perda tersebut, menekankan untuk sesegara mungkin menetapkan komunitas adat atau lembaga adat agar diakui oleh pemerintah, baik ditingkat kabupaten maupun pada tingkat nasional.

Alasannya, banyak masyarakat yang mengaku dirinya sebagai komunitas adat akan tetapi tidak sesuai syarat-syarat yang dimanatkan Perda Nomor 1 tahun 2023.

“Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh komunitas adat yakni jelas sejarah asal usulnya, jelas struktur kelembagaan adatnya serta jelas wilayah adatnya,” jelas Aco Bahri Mallilingan, Ketua Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Majene kepada awak media usai pembukaan kegiatan Workshop Identifikasi, Verifikasi dan Validasi Masyarakat Adat di Kabupaten Majene di Wisma Yumari. Minggu (01/10/2023).

Menurutnya, wilayah adat itu harus ditentukan dan dibuktikan dengan peta, tidak hanya sekedar argumen mengenai batas-batas kekuasaan adat.

Aco Bahri juga menguraikan, selain peta, masyarakat adat juga harus memiliki peninggalan seperti situs dan benda pusaka, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

Diketahui, dari sekian banyak komunitas adat di Kabupaten Majene, hanya 3 (tiga) komunitas yang memiliki peta wilayah, yakni komunitas adat Adolang, komunitas adat Kanyuangin dan komunitas adat Tande Allo yang ada di pamboborang.

Pada Workshop ini, sebanyak 25 komunitas adat yang dihadirkan. Yaitu para tokoh adat dari 19 komunitas, Barisan Pemuda Adat, Perempuan Adat dan Tim Identifikasi. Tujuannya, agar komunitas adat di Majene gerak cepat melengkapai berkas sesuai yang dimanatkan perda tersebut.

“Setelah ini, kami akan melakukan pemetaan di 11 (Sebelas) komunitas adat di Kabupaten Majene,” tutup Aco Bahri.
(Bhr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *