Setelah masuk di tingkatan ini, hendaknya super hati-hati dalam proses usaha yang dilakukan, karena melenceng sedikit saja, maka masuklah syetan mengambil kendali. Sehingga seluruh proses yang terjadi, yang membimbing diri kita adalah syetan yang terkutuk. Ketika daya pikir selalu ikut campur memimpin perjuangan yang dilakukan, sehingga iman tidak lagi bisa total, maka saat itulah terbuka lebar pintu masuk bagi yang terkutuk tersebut. Dan saat hal ini terjadi maka berkemungkinan besar, orang yang berada di jalan ini akan jadi gila atau orang ini akan menjadi ahli sihir atau ahli nujum.
Perkuatlah fondasi keislaman, sebelum memasuki jalan ini. Jangan masuki tingkatan ini dengan modal nekat atau pun coba-coba, karena sangat beresiko.
Tingkatan ma’rifat memang tingkatan tertinggi dalam Islam, tapi untuk sampai pada tingkatan ini, sangatlah susah, sangatlah melelahkan bahkan terkesan hampir mustahil bisa dilakukan. Sungguh pun, jika berhasil maka bermuara mendapatkan kasih sayangnya Allah yang tanpa hijab dan tanpa batas.
Ketika jalan ini dibukakan pintu oleh Allah SWT untuk berhasil, itu dimulai dengan pertemuan kita denganNya. Tak ada kata-kata yang terindah di dunia ini, yang menyamai keindahan pertemuan tersebut. Tak ada definisi yang mampu mendefenisikannya, tak ada penjelasan yang mampu menjelaskannya, tak ada gambar yang mampu menggambarkannya. Semua kata, kalimat dan paragraph akan salah jika dituliskan untuk memberi keterangan atas pertemuan tersebut. Daya pikir semua manusia yang diberikan oleh Allah, itu sangat, serta sangat terbatas dan tentunya tidak akan bisa diberdayakan untuk menerangkan, suatu peristiwa yang sangat diluar nalar ini.
Seorang manusia telah disetujui oleh Allah sebagai hambaNya, dibukakan pintu untuk masuk dalam dekapan Maha PenyayangNya. Perjuangan untuk sampai ke tingkatan ini telah berhasil, dengan ridho Allah. Tapi bukan berarti perjuangan itu telah selesai, karena akan dilanjutkan dengan perjuangan menjalankan amanah dari Allah SWT. Amanah ini disampaikan melalui Para Malaikat, Waliyullah, boleh jadi juga melalui pimpinan tertinggi Para Waliyullah atau “Panglima Tertinggi dari Para Tentara Allah di Dunia”, yakni Nabi Khidir As.
Bukan Dzat Allah yang ditemui dalam pertemuan ini, tapi Allah yang ada di dirimu. Karena Allah ada pada diri tiap manusia. Sesuai dengan Firman Allah, yang artinya: “Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya” (QS: Qaaf; 16).
Kesatuan diri yang terbangun atas jasmani dan rohani, dimana secara umum jasmani itu selalu berada diluar dan rohani berada di dalam. Tapi dalam tingkatan ini, ketika seorang insan setelah dilantik dan resmi menjadi “hamba Allah”, maka sifat Maha Penyayangnya Allah pun terus tercurah tanpa hijab dan tanpa batas.
Posisi jasmani dan rohani pun, pada dirinya akan mengalami perubahan secara otomatis dengan ridho Allah SWT. Umumnya jasmani akan berada di dalam dan rohani akan berada di luar. Sehingga hampir semua pergerakan atau aktivitasnya, tidak lagi dipengaruhi atau bergantung pada ruang dan waktu, tapi bergantung langsung dan sepenuhnya pada kehendak dan kuasa Allah SWT.
Allah Ta”ala berfirman dalam hadits qudsi, yang artinya: “Jika telah mencintainya, maka (Aku) menjadi pendengarannya, Aku menjadi penglihatannya, Aku menjadi tangannya, dengan itu dia memukul, menjadi kakinya, dengan itu dia berjalan” (HR: Al-Bukhari).
Karena posisi rohani yang umumnya berada diluar, maka umumnya pula eksistensinya tidak lagi terlihat di dunia nyata, walau dirinya masih tetap hidup di dunia, juga tugas atau amanah yang diembannya adalah mengurusi dunia. (Wallahu A’lam Bis shawwab)
Bersambung….
-* Syahrir AR *-
Gowa, Selasa, 20 Agustus 2019