KPK Ingatkan Anggota DPRD Tidak Paksakan Pokir Garap APBD 

Ilustrasi doc:ist

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk tidak memaksakan pokok-pokok pikiran (Pokir) garap APBD.

Apalagi jika daerah tersebut tergolong memiliki anggaran kecil seperti beberapa daerah di wilayah Indonesia Timur yang masih mengharapkan anggaran dana pusat.

Pokir memang merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan agar diperjuangkan di pembahasan RAPBD.

Pokir memiliki peran yang sangat strategis dalam Proses Penyusunan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), karena dalam Pokir tersebut sering kali muncul usulan yang sifatnya Inovativ.

Terkadang belum tersampaikan dalam Musrembang, terkadang belum terpikirkan oleh perangkat daerah, mengakar dari masyarakat, namun sesuai Kebutuhan dalam skala Kabupaten/kota.

“Namun demikian, kondisi anggaran daerah yang tergolong kecil harus dikelola dengan baik. Jangan paksa Pokir plus anggota dewan yang tidak sesuai aturan,” kata Kasatgas Korsub KPK Wilayah Lima, Dian Patria sesuai yang dikutip dari siwalima.com, Sabtu, 6 Juli 2024.

Dian menjelaskan, Pokir Plus adalah bentuk pelanggaran hukum. Pasalnya diusulkan dan Langsung dikerjakan sendiri oleh Anggota DPRD atau pihak lain yang ditunjuk oleh Anggota Legislatif.

“Pokir Plus itu melanggar aturan. Itu diusulkan sendiri oleh anggota DPRD, kemudian dia pula yang mengerjakan. Tentu ini pelanggaran hukum. Kalau masih ada yang mencoba bermain, ya akan kita sikat,” ucap Kasatgas Korsub KPK.

Pemaksaan Pokir yang tidak sesuai Aturan tentu akan membebani anggaran daerah.

Patria meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) tidak membangun konspirasi dengan DPRD.

“Jangan dipaksa mendorong Pokir tidak sesuai aturan. Mestinya, satu minggu sebelum Musyawarah Pokir sudah harus dimasukan. Anggaran Daerah yang tergolong kecil itu otomatis akan membenahi keuangan daerah. Jangan TAPD berkonspirasi dengan Dewan,” ujar Kasatgas Korsub KPK.

“Kami Ingatkan bahwa, sebagian besar Daerah di Indonesia Timur masih mengharapkan Dana dari Pusat. Pasar Retribusi tidak cukup 5%, Belanja Pegawai 43%, Kemudian Belanja Pendidikan 20%, Kesehatan 10%, Infrastruktur 40%, tentu Penyerapannya harus dilakukan dengan Prinsip Akuntabel. Jadi Keuangan Daerah yang kecil dan masih mengharapkan bantuan pusat itu harus dikelola dengan baik untuk kepentingan pembangunan dan Layanan Publik,” pungkas Kasatgas Korsub KPK. (MDS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *