Nurzaman Razaq : “ KELIRU, PELIPUTAN PERS GUNAKAN SURAT TUGAS DARI KESBANG POL “

KOSONGSATUNEWS.COM — Sebagaimana yang dilansir media online Target Tuntas co.id, tertangal tayang 09/01/2021 berjudul “ Kades Lalliseng Runtuhkan Kebebasan Pers “, dalam pemberitaan itu disebutkan, kejadian ini menimpah salah satu jurnalis inisial SM koresponden salah satu media cetak/online saat mau melakukan komunikasi sambung rasa dengan Kepala Desa Lalliseng, 07/01/2021, terkait realisasi anggaran tahun 2020 Desa Lalliseng. Bukannya memberikan informasi, melainkan Kades Lalliseng dengan “arogannya” meminta wartawan memperlihatkan surat tugas peliputan dari Kesbang Pol Wajo. Meski sudah diperlihatkan kartu Pers yang dikeluarkan oleh pimpinan redaksi tempat wartawan tesebut bekerja namun sang Kades Lalliseng dengan nada menggertak meminta surat tugas dari Kesbang Pol.
“Saya tidak bisa kasi informasi tanpa surat tugas dari Kesbang Pol, dan kalau saya tidak mau kenapai (dengan nada arogansi)” Tutur SM menirukan ucapan Kades Lalliseng.
Nurzaman Razaq, mantan Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia ( PWI Sulsel yang dimintau komentarnya menjelaskan, sekiranya benar pernyataan Kades Lalliseng terhadap jurnalis SM itu, merupakan tindakan dan perbuatan keliru yang dilakukan Kades Lalliseng tersebut. Seperti diketahui, Tupoksi Kesbangpol secara umum yakni, melakukan Perumusan kebijakan teknis bidang kesatuan bangsa dan politik; Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang kesatuan bangsa dan politik; serta Pembinaan, fasilitasi dan pelaksanaan tugas di bidang ideologi dan kewaspadaan, ketahanan bangsa, politik dalam negeri di lingkup provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara dalam Tupoksi Kesbangpol, lanjut Nurzaman Razaq, tidak ada yang tersurat terkait tugas-tugas kewartawanan yang menjadi kewenangannya. Terlebih jurnalis SM yang ingin dikonfirmasi terkait kinerja pemerintahan desa yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan urusan kebijakan tehnis bidang kesatuan bangsa dan politik serta tidak ada indikasi akan mengancam di bidang ideologi bangsa.
Terkait hal itu, Nurzaman juga menjelaskan, dalam Pembukaan UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers, ayat (c) bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan azas, fungsu, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.
Bahkan di ayat (d) disebutkan, bahwa pers nasional berperan ikt menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selanjutnya, pada Bab 1 Ketentuan Umum, pasal 1 UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers ditekankan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Dan lebih ditegaskan lagi pada Pasal 4 ayat 3 Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi, yang selanjutnya atas perintah UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers, pada pasal 6 lebih dipertegas pers nasional melaksanakan peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan Hak Azasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan.
Tindakan dan perbuatan Kepala Desa Lalliseng sebagaimana yang dilansir Target Tuntas co,id, sekiranya hal itu benar, kata Nurzaman Razaq, maka Kepala Desa Lalliseng patut diduga telah melakukan pelanggaran etik berdasarkan UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers Bab VIII Ketentuan Umum, pasal 18 ayat 1 Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakuka tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana dengan pidana penjera paling kama 2 (dua ) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah ).
Meski begitu, harap Nurzaman Razaq yang juga Pimpinan Redaksi Koran Pembela, kejadian yang menimpa jurnalis SM dengan Kades Lalliseng di Wajo masih dapat dimusyawarahkan dengan jalur kemitraan, yang kemungkinannya ada kesalahpahaman diantara keduanya.
Sekiranya ada ketentuan baku yang berdasarkan Perda dan Perbup atau Rekomendasi Bupati Wajo yang memberi kewenangan Kesbangpol memerintahkan agar seluruh media pers yang berkehendak melakukan tugas jurnalistik dan melakukan wawancara, diharuskan mendapat rekomendasi dari Kesbangpol, bisa saja Perda, Perbup dan Rekomendasi dianggap keliru. Karena dianggap telah membatasi ruang gerak jurnalis melaksanakan tugasnya sebagaimana UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4 ayat 2 dan 3.
Nurzaman Razaq yang juga sebagai Pimpred media online Pembela News.com menambahkan, hal ini pula patut diklarifikasi ke pihak Kesbangpil Kabupaten Wajo, agar persoalannya klir dan selesai dengan baik.. Yang lazim dijadikan kordinasi pers dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya yakni biasanya melalui Humas dan atau Dinas Infokom di suatu daerah, itupun hanya sekedar menyampaikan dan atau melaporkan maksud dan tujuan sang jurnalis. Kedua lembaga itu, juga tidak punya kewenangan hukum untuk membatasi ruang gerak jurnalis dalam melaksanakan tugas kewartawanannnya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *