Aliansi Masyarakat Anti Pungli (AMAP) mengungkapkan dugaan kuat adanya penggelapan aset daerah dalam proses pembebasan lahan pembangunan Pasar Sentral di kawasan Pengembangan Kota Baru Maros. Proyek yang dikelola oleh PT Bumicon Contractor Nasional Bumicon tersebut diduga sepenuhnya menggunakan dana pemerintah Kabupaten Maros, Sabtu 20/7/2024.
Menurut sumber dari AMAP, lahan yang dibebaskan antara tahun 1995 hingga 2000 mencakup kawasan perkantoran, terminal angkutan umum, dan pasar. di kuatkan dengan dasar penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan SHGB Nomor 13 Tanggal 12/10/1992 dengan luas 26.824 m3 atas petunjuk Bekas Tanah Negara. kepada PT Bumi Contraktor Nasional (Bumicon)
Berdasarkan investigasi AMAP, setelah pembebasan lahan unutuk bangunan rumah toko, losd, dan kios, hinga kini masi banyak menjadi sengketa kepemilikannya. sejak tahun 1996, pemerintah daerah memberikan izin kepada PT Bumicon sebagai pengembang proyek sesuai dengan rencana tata letak yang telah disetujui tergambar dalam bentuk site pland.
Tokoh masyarakat yang menjadi saksi hidup pada saat pembebasan lahan, tersebut. menurut Jumadi, mengutip pernyataan mantan Direktur Perusda, H.A. Saenal Abidin Assegaf, mengatakan pada masa Bupati Nasrun Amrullah. menjabat, masyarakat yang memiliki lahan di kawasan tersebut diminta menyerahkan lahannya dengan ganti rugi sekitar Rp4.000 per meter. Pembayaran kemudian diterima melalui kantor bupati saat itu, bukan oleh Bumicon.
Hal ini menguatkan. jika Bumicon tidak memiliki sertifikat hak milik atas tanah seluas sekitar 2,6 hektar, karena faktanya tidak pernah beli lahan masyarakat, kecuali sertifikat hak guna bangunan dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas nama Bumicon untuk sejumlah bangunan.
SHGB diberikan tersebut sebagai dasar jaminan kepada pengguna untuk membeli rumah toko, kios dan lapak dalam.
Saenal juga menyebutkan bahwa Bumicon melakukan tindakan perusakan murni dengan merobohkan atap bangunan kios serta lapak penjualan ikan dan sayur.
“Bumicon itu tidak punya anggaran di masa membangun, dana yang dipergunakan membangun sumbernya dari penerimaan panjar masyarakat, secara tidak langsung memanfaatkan dana dari uang muka pembayaran masyarakat kala itu,” katanya.
Bumicon diduga membuka dan menerima panjar atau uang muka pembelian tempat jualan dari ribuan masyarakat serta mengajak investor lokal seperti H. Sanusi, H. Bohari, dan H. Faisal untuk ikut membangun rumah toko.
Terkait fasilitas umum di depan ruko bagian timur, selatan, utara, dan barat yang merupakan bagian dari izin tata letak ruang terbuka untuk kepentingan parkiran pasar, Saenal menyatakan bahwa Bumicon tidak memiliki dasar untuk menyewakan fasilitas umum tersebut.
Ruko yang telah dibeli oleh masyarakat menjadi hak akses untuk jalan keluar masuk ruko tersebut, kecuali jika pemilik ruko sendiri yang mempersewakan atau memanfaatkan lahan tersebut.
Pada tahun 2000, pemerintah daerah meresmikan pasar tersebut. Namun, sebagian pedagang pasar sentral menolak direlokasi karena tidak mendapatkan tempat kios atau lapak. Pasar yang diresmikan ini kemudian dijual oleh Bumicon kepada pedagang baru, bukan berdasarkan data pedagang kios yang ada di pasar sentral.
Penolakan relokasi oleh pedagang pasar sentral menjadi alasan Bumicon gagal menyerahkan pasar tersebut kepada pemerintah daerah hingga saat ini.
AMAP mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas dugaan penggelapan aset daerah dan tindakan pungli yang melibatkan PT Bumicon Contractor Nasional. Kejaksaan Negeri Maros dan Polres Maros diharapkan segera turun tangan untuk menyelamatkan aset pemerintah daerah Kabupaten Maros. (*)