“BPIP dan Kontroversi Netralitas: Mengorbankan Martabat Perempuan demi Kesatuan Bangsa?”

Opini, kosongsatunews.com- Polemik tentang buka hijab sedang Viral beberapa hari ini, karena peraturan lepas hijab bagi para perempuan pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka), yang dianggap sebagai bentuk netralitas demi menjaga keutuhan bangsa oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang nampaknya menuai kritikan tajam dari berbagai kalangan.

Penolakan dan kritikan dilayangkan, mulai dari kalangan akademisi, pejabat, sampai orang tua siswa yang sedih dan kecewa atas kebijakan yang di tetapkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Sayangnya, BPIP terlihat tak cukup dewasa dalam merespon berbagai penolakan dan kritikan tersebut. Bagaimana tidak, BPIP yang seharusnya menjadi solusi dan bertanggung jawab atas krisis pemahaman ideologi pancasila hari ini, malah justru membuat kebijakan yang secara tersirat bertentangan dengan apa yang menjadi fondasi dasar ideologi Pancasila.

Penetapan kebijakan pelepasan hijab bagi perempuan Paskibraka sebagai bentuk netralitas, seakan memberi isyarat kepada masyarakat, Khususnya kepada kaum perempuan, bahwa hijab itu akan menghambat persatuan dan mengancam keutuhan bangsanya.!!

Sepertinya, bapak kepala BPIP melihat, bahwa keutuhan bangsa dan Negara ini akan terjaga, jika hak para perempuan untuk tampil di ruang publik dengan menggunakan hijab di kekang. Tapi jelas, hal ini bertentangan dengan Undang-undang yang melindungi hak setiap warga negara.

Ada apa gerangan dengan bapak kepala BPIP Yudian Wahyudi? Apa mungkin bapak lupa, bahwa hari kemerdekaan yang sekali setahun ini, ialah momentum yang sangat membanggakan bagi tiap warga negara, termasuk perempuan. Bahkan, sang merah putih yang dikibarkan dibuat oleh perempuan terhormat dan berwibawa.

Apakah bapak hendak mencederai martabat perempuan dengan membuka hijab mereka? Sedangkan mereka menganggapnya itu sebagai kehormatan?

Apakah bapak hendak memupuskan harapan kaum perempuan yang memiliki harapan besar dalam mengibarkan bendera merah putih dengan hikmat dan terhormat sekali setahun di hadapan seluruh masyarakat indonesia?

Tak perlu bapak jelaskan dengan berbagai alasan, Karena Surat pernyataan bermaterai yang menjadi syarat utama tersebut adalah bukti bahwa bapak telah mencederai mereka.
Bapak menyebut mereka melakukannya dengan sukarela? Mana ada sukarela dilakukan dengan harus menandatangani persetujuan, bukankah ini suatu keterpaksaan dan kepatuhan terhadap peraturan yang memaksa?

Apakah bapak melihat bahwa antara Nasionalisme dan Religiusitas ialah dua hal yang Terpisah, antara hijab dan ruang publik ialah dua hal yang bertentangan secara kontra? Sehingga bapak hendak menyeragamkan bahwa demi persatuan di ruang publik (nasionalisme) maka hal-hal yang privat (perbedaan suku, termasuk agama) harus dihilangkan?

Semoga saja bapak kepala BPIP tidak berfikir demikian.

Dari pernyataan yang bapak keluar beberapa hari lalu sangat melukai banyak pihak. Karena itu, kami memandang bahwa pihak-pihak yang terkait dengan (BPIP) hari ini tak cukup paham dengan kondisi kebangsaan kita, tak cukup paham dengan ideologi kita, tak mengenal identitas kita, sehingga dengan ini kami menyatakan sikap bahwa sekarang sudah saatnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila(BPIP) di tempati oleh para pemuda(i) yang memandang antara Nasionalisme dan Religiusitas adalah dua hal yang tidak bertentangan.
Kita sebagai bangsa yang merdeka dan beragama jelas memiliki Tujuan untuk menjalankan ibadah kita dengan sangat baik. Tapi kita takkan dapat melakukannya jika kita tak memiliki Negera untuk menjalankannya. maka dari itu, kita mencintai tanah air ini (nasionalisme) agar kita dapat mengerjakan ibadah kita dengan tenang (religiusitas).
Saya pikir nasionalisme dan Religiusitas dapat berpadu dalam hal ini.

Edyy Humaedy
Jum’at 16 Agustus 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *