Oleh Muhammad Yusuf Buraerah, SH
Sinjai, 20 Agustus 2024
Renungan Redaksi, kosongsatunews.com – Dalam dinamika pemerintahan modern, hubungan antara pers dan pemerintah memegang peranan yang krusial. Untuk membangun masyarakat yang lebih transparan dan partisipatif, sinergi antara kedua belah pihak harus didorong dengan semangat hubungan “win-win”. Sinergi ini tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi juga berkontribusi pada kemajuan bangsa secara keseluruhan.
Pers memainkan peran sentral dalam menyebarluaskan informasi dan menjembatani komunikasi antara pemerintah dan publik. Melalui berita yang akurat dan objektif, pers berfungsi meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Informasi yang jelas dan terperinci mengenai kebijakan, program, dan keputusan pemerintah memungkinkan masyarakat untuk memahami dan menilai kinerja pemerintah dengan lebih baik. Dengan demikian, pers berperan penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara.
Namun, fungsi pers tidak hanya sebatas penyampaian informasi. Pers juga berperan sebagai pengawas independen yang memberikan kritik konstruktif. Kritik ini, meskipun kadang tidak menyenangkan, penting untuk memperbaiki dan menyempurnakan kebijakan pemerintah. Pemerintah yang terbuka terhadap kritik akan lebih mampu memperbaiki kebijakan dan menghindari kesalahan yang sama di masa depan.
Di sisi lain, pers juga dapat mendukung program-program pemerintah yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dengan melaporkan pencapaian dan inisiatif yang berhasil, pers membantu pemerintah dalam menyebarluaskan manfaat dari program-program tersebut. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas dan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan yang diterapkan.
Dalam konteks ini, simbiosis mutualisme menjadi penting. Hubungan simbiosis mutualisme—di mana kedua pihak saling mendapatkan manfaat—adalah kunci untuk mencapai sinergi yang produktif. Pers dan pemerintah yang berkomitmen untuk saling mendukung dan memahami kebutuhan masing-masing akan lebih mampu mencapai tujuan bersama. Pemerintah memperoleh umpan balik yang berharga melalui laporan media, sementara pers mendapatkan akses informasi yang lebih baik untuk menyajikan laporan yang akurat dan bermanfaat.
Tokoh pers dan ilmuwan juga menekankan pentingnya simbiosis mutualisme dalam hubungan ini. Misalnya, jurnalis ternama dan pendiri The Washington Post, Katharine Graham, menyatakan dalam wawancara dengan The New York Times pada 15 Februari 1971, bahwa “Pers dan pemerintah harus beroperasi dalam sinergi yang saling menghormati untuk mencapai transparansi yang ideal dan akuntabilitas yang optimal.”
Profesor Cass Sunstein dari Harvard Law School juga menekankan pentingnya hubungan sehat antara media dan pemerintah dalam artikel Harvard Law Review pada 5 Mei 2018, dengan menyebutkan bahwa “Hubungan yang sehat antara media dan pemerintah merupakan elemen penting dalam menjaga sistem demokrasi. Simbiosis mutualisme antara keduanya memastikan adanya kontrol yang efektif dan dukungan untuk inisiatif publik yang konstruktif.”
Aturan yang mengatur hubungan ini juga sangat penting untuk menjaga keseimbangan. Di Indonesia, Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menetapkan prinsip dasar jurnalisme, termasuk hak untuk memperoleh informasi dan kewajiban untuk menyampaikan berita secara akurat dan berimbang. Undang-undang ini mendorong transparansi dan akuntabilitas, yang mendukung hubungan simbiosis mutualisme antara pers dan pemerintah.
Kode Etik Jurnalistik yang diterbitkan oleh Dewan Pers juga menetapkan standar etika yang harus dipatuhi oleh media, termasuk dalam hubungannya dengan pemerintah. Kode Etik ini menekankan pentingnya independensi pers dan tanggung jawab untuk menyampaikan berita secara objektif, yang mendukung peran pers sebagai pengawas dan mitra konstruktif bagi pemerintah.
Selain simbiosis mutualisme, penting juga untuk memahami konsep hubungan satu kosong atau hubungan menang-kalah. Dalam konteks ini, hubungan satu kosong mengacu pada situasi di mana satu pihak hanya mendapatkan manfaat tanpa memberikan keuntungan yang seimbang kepada pihak lainnya. Jika hubungan antara pers dan pemerintah jatuh ke dalam pola ini, bisa menyebabkan ketidakpuasan dan ketidakharmonisan. Misalnya, jika pemerintah tidak memberikan akses informasi yang memadai atau bertindak tidak transparan, pers tidak dapat menjalankan tugasnya dengan efektif, yang pada akhirnya merugikan publik.
Dampak dari hubungan satu kosong ini dapat sangat merugikan bagi kedua belah pihak. Pemerintah yang tidak transparan atau tidak responsif akan kehilangan kredibilitas dan kepercayaan publik, sementara pers yang tidak mendapatkan akses informasi yang cukup akan menghadapi kesulitan dalam menyajikan berita yang akurat dan informatif. Hal ini dapat menghambat fungsi pers dalam mengawasi dan memberikan umpan balik yang konstruktif serta mengurangi kualitas informasi yang diterima masyarakat.
Hubungan yang sehat dan produktif antara pers dan pemerintah juga menciptakan iklim kerja yang lebih baik. Pemerintah yang proaktif dalam berkomunikasi dengan media dan menjawab pertanyaan secara terbuka akan lebih mampu mengelola informasi dan merespons dinamika masyarakat dengan lebih efektif. Pers yang mendalami isu secara mendalam dan berbasis data akan memberikan laporan yang lebih bermanfaat dan mendidik.
Untuk mewujudkan hubungan win-win ini, kedua belah pihak perlu mengedepankan prinsip saling menghargai dan memahami peran masing-masing. Pers harus berkomitmen pada jurnalisme yang objektif dan akurat, sementara pemerintah harus menjaga keterbukaan dan akuntabilitas dalam setiap langkahnya.
Dengan memupuk hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan, pers dan pemerintah dapat bekerja sama untuk membangun masyarakat yang lebih informasi, partisipatif, dan demokratis. Sinergi ini tidak hanya memperkuat fondasi negara, tetapi juga mengantarkan kita menuju masa depan yang lebih baik.