Membangun Karakter Anak Bangsa: Tantangan Pendidikan di Era Modern

Oleh: Nuraenih Asape, S.pd
(Guru SDN 172 Hoddi Kec. Sinjai Selatan)
Alumni IKIP/UNM Angkatan 90 fakultas pendidikan bahasa dan seni (FPBS)

OPINI, Sinjai (4/9/2024) kosongsatunews.com  – Dalam pergeseran zaman, dunia pendidikan mengalami transformasi signifikan. Dulu, disiplin yang keras di dalam kelas adalah norma, dengan guru berperan sebagai otoritas tegas yang memupuk karakter siswa. Metode ini, meski sering dianggap keras, terbukti efektif dalam membentuk individu yang kuat dan berkarakter. Banyak lulusan dari era tersebut kini menduduki posisi penting dalam berbagai struktur pemerintahan dan organisasi. Namun, seiring dengan perubahan zaman, pendekatan ini mulai digantikan oleh metode yang lebih lembut dan penuh kehati-hatian.

Kini, guru menghadapi dilema besar dalam menegakkan disiplin. Undang-Undang Perlindungan Anak memberikan perlindungan ekstra bagi siswa, yang membuat guru harus sangat berhati-hati dalam setiap tindakan dan pernyataan mereka. Ketika guru khawatir akan laporan dari orang tua, mereka sering kali terjebak dalam situasi serba salah. Pertanyaannya, bagaimana masa depan karakter anak bangsa jika disiplin yang jelas tidak diterapkan? Apakah kita sedang mencetak generasi yang rapuh, tidak siap menghadapi tantangan hidup?

Disiplin dalam pendidikan bukan hanya tentang hukuman atau ketegasan yang berlebihan. Lebih dari itu, disiplin adalah proses untuk menanamkan nilai-nilai tanggung jawab, kerja keras, dan integritas pada siswa. Ketika guru tidak dapat menegakkan disiplin secara efektif, nilai-nilai ini berisiko memudar, dan kita mungkin hanya mencetak individu yang cerdas secara akademis namun lemah dari sisi karakter dan moralitas.

Peran pendidikan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada guru saja. Guru, dengan naluri seperti seorang ibu, berusaha memberikan yang terbaik bagi siswa dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Namun, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan kerja sama yang harmonis antara guru dan orang tua. Orang tua harus memahami bahwa disiplin yang diterapkan oleh guru bukanlah bentuk kekerasan, melainkan upaya untuk membentuk karakter yang kuat.

Orang tua juga perlu meninjau kembali pandangan mereka terhadap guru. Alih-alih melihat guru sebagai pihak yang selalu disalahkan ketika terjadi masalah, orang tua seharusnya memandang guru sebagai mitra dalam mendidik anak. Kerja sama dan pemahaman yang sejalan antara guru dan orang tua sangat penting agar pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif.

Pertanyaan mendasar yang harus kita jawab adalah ke mana arah karakter anak bangsa jika guru tidak lagi memiliki kewenangan untuk menegakkan disiplin? Apakah kita siap menghadapi masa depan di mana generasi muda tumbuh tanpa arahan yang jelas? Mungkin ini saatnya kita merenungkan kembali pendekatan yang kita gunakan dalam mendidik anak-anak kita.

Disiplin dalam pendidikan bukanlah pengabaian hak-hak anak, melainkan cara untuk mempersiapkan mereka menghadapi dunia yang semakin kompleks. Keseimbangan antara hak anak dan kewajiban mendidik harus ditemukan agar kita tidak mencetak generasi yang mudah menyerah dan rapuh.

Pendapat dari para akademisi dan tokoh masyarakat semakin memperkuat argumen mengenai pentingnya disiplin dalam pendidikan. Prof. Dr. Arief Rachman, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, dalam bukunya Pendidikan Karakter: Prinsip dan Pedoman (2019), menekankan bahwa disiplin adalah elemen kunci dalam pembentukan karakter siswa. “Disiplin adalah salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai positif dan menyiapkan anak-anak untuk menjadi pribadi yang tangguh,”.

Dr. Najeela Shihab, psikolog pendidikan dan pendiri Sekolah Cikal, dalam wawancara dengan majalah Tempo pada Desember 2021, juga menekankan pentingnya disiplin. Ia mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pendekatan pendidikan yang terlalu lembut tanpa batasan yang jelas dapat menciptakan generasi yang tidak siap menghadapi kenyataan hidup. “Disiplin bukan sekadar aturan, melainkan bentuk kasih sayang dari guru kepada muridnya, dengan harapan mereka tumbuh menjadi individu yang mandiri dan bertanggung jawab,”.

Tokoh masyarakat seperti Anies Baswedan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dalam bukunya Merdeka Belajar (2020), menyoroti keseimbangan antara kebebasan dan disiplin. Ia berpendapat bahwa kebebasan berpendapat harus diimbangi dengan disiplin untuk membentuk karakter siswa. “Kebebasan tanpa disiplin akan menghasilkan kebingungan; sebaliknya, disiplin tanpa kebebasan akan menciptakan keterbelakangan,”
.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan Kepegawaian menjadi landasan hukum penting dalam kebijakan perlindungan anak. Namun, undang-undang ini harus diinterpretasikan dengan bijaksana agar tidak mengabaikan pentingnya disiplin sebagai bagian dari pendidikan karakter.

Pesan Moral:
Dalam proses pendidikan, penting untuk menyadari bahwa disiplin yang diterapkan dengan penuh kasih sayang adalah fondasi untuk membentuk karakter yang kokoh. Disiplin yang bijaksana tidak hanya mengajarkan tanggung jawab, tetapi juga mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik. Dengan kolaborasi antara guru dan orang tua yang harmonis, kita dapat menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kuat dalam karakter dan moralitas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *