Data Anak Tidak Sekolah di Sinjai Jadi Sorotan, Keberhasilan atau Hanya Angka?

SINJAI, Kosongsatunews.com – Laporan terbaru yang diumumkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai melalui situs resmi Pemerintah Kabupaten Sinjai mengenai jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) kembali ke bangku pendidikan menarik perhatian publik. Dari total 3.194 ATS yang tercatat, sebanyak 2.551 anak diklaim telah melanjutkan pendidikan, baik melalui sekolah formal maupun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Meskipun data ini dipuji sebagai capaian signifikan oleh pemerintah, sejumlah pihak merasa perlu dilakukan verifikasi mendalam untuk memastikan kebenaran angka-angka tersebut.

Seorang aktivis pendidikan yang enggan diungkap identitasnya mengungkapkan kekhawatirannya atas data yang dirilis Dinas Pendidikan Sinjai. “Data yang dikeluarkan cukup besar, jumlah anak putus sekolah di Sinjai masih tinggi. Ini perlu investigasi lebih lanjut untuk memastikan apakah angka tersebut akurat atau hanya sekadar klaim,” ujarnya.

Kepala Dinas Pendidikan Sinjai, Irwan Suaib, menyatakan bahwa capaian tersebut tidak terlepas dari inovasi yang dilakukan pemerintah, salah satunya melalui program “Bali’ Bolae.” Program ini melibatkan tenaga pendidik non-ASN untuk mendampingi dan mengajak anak putus sekolah kembali belajar. “Para pendidik non-ASN ini bertugas untuk mengajak ATS agar kembali menempuh pendidikan di PKBM atau lembaga non-formal lainnya,” jelasnya.

Selain program pendampingan, Dinas Pendidikan juga menginisiasi langkah lain untuk menekan angka ATS. Salah satunya adalah imbauan kepada seluruh guru dan kepala sekolah di setiap wilayah agar menjadi “orang tua angkat” bagi anak-anak putus sekolah di sekitar mereka. “Kami telah membentuk grup yang terdiri dari guru PAUD, SD, hingga SMP untuk berbagi tugas menjadi orang tua angkat di wilayah mereka masing-masing,” tambah Irwan.

Namun, keberhasilan yang disampaikan oleh pemerintah tersebut tidak sepenuhnya disambut baik oleh semua pihak. Beberapa kelompok masyarakat, termasuk aktivis pendidikan, mengaku masih skeptis terhadap efektivitas program-program yang dijalankan. Mereka menilai, meskipun inisiatif yang diambil Dinas Pendidikan terkesan positif, perlu ada audit independen untuk memastikan bahwa angka tersebut tidak hanya sekadar laporan di atas kertas.

Kritik terhadap program “Bali’ Bolae” dan konsep orang tua angkat juga datang dari beberapa pengamat pendidikan yang mempertanyakan apakah pendekatan ini telah diimplementasikan secara menyeluruh dan efektif di lapangan. “Konsep pendampingan tentu baik, tapi apakah program ini benar-benar berjalan di semua wilayah? Apakah setiap anak mendapatkan perhatian yang layak dari orang tua angkat atau pendampingnya?” ungkap seorang pengamat.

Selain itu lanjutnya, pihaknya turut khawatir guru yang terlibat dalam program orang tua angkat merasa bahwa beban mereka semakin berat dengan tambahan tanggung jawab ini. “Mereka (guru) sudah memiliki tanggung jawab besar di sekolah, dan kini harus menambah peran sebagai orang tua angkat. Sebenarnya niatnya baik, tapi butuh dukungan yang lebih nyata dari pemerintah agar program ini tidak hanya formalitas,” Ujarnya.

Meski demikian, Irwan Suaib tetap optimis bahwa program yang dijalankan Dinas Pendidikan dapat terus menekan angka ATS. “Kami memahami bahwa setiap kebijakan tidak sempurna, tapi ini adalah langkah awal yang baik untuk mengatasi masalah ATS di Sinjai. Dengan dukungan dari semua pihak, saya yakin angka ATS akan terus berkurang,” ujarnya.

Terlepas dari berbagai pandangan yang muncul, isu Anak Tidak Sekolah di Kabupaten Sinjai kini menjadi perhatian utama. Masyarakat berharap pemerintah dapat memberikan transparansi lebih dalam penyajian data dan pelaksanaan program, serta melibatkan pihak independen dalam proses audit agar akurasi data dapat terjamin. Hanya dengan demikian, solusi yang diambil bisa benar-benar efektif dan menyeluruh.(Yusuf Buraerah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *