Oleh Muhammad Yusuf Buraerah, SH.
OPONI, Sinjai (7/9/2024), Kosongsatunews.com – Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu menjadi sorotan utama setiap kali Pilkada digelar. Mereka adalah penggerak utama birokrasi yang harus berdiri di atas semua golongan dan tidak berpihak pada salah satu calon. Namun, setiap kali Pilkada berlangsung, isu ketidaknetralan ASN kembali mencuat dan menimbulkan permasalahan serius di tengah masyarakat. Di Pilkada 2024, peran ASN dalam menjaga netralitas kembali disoroti, karena tanpa sikap netral, proses demokrasi yang bersih dan adil terancam gagal.
Sebagai pegawai yang digaji negara, ASN sudah seharusnya menempatkan kepentingan publik di atas segala-galanya. Masyarakat mengandalkan mereka untuk menjalankan pemerintahan secara profesional dan tanpa keberpihakan. Namun, ketika mereka mulai terlibat dalam politik praktis, kepercayaan publik dapat runtuh. Bukannya menjadi contoh, ASN yang tidak netral malah menjadi perusak tatanan demokrasi.
Dalam berbagai aturan, netralitas ASN sebenarnya sudah diatur dengan tegas. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, ASN dilarang untuk terlibat dalam kegiatan politik praktis, seperti mendukung atau menolak calon secara terbuka. Sanksi yang diberikan juga tidak main-main, mulai dari peringatan hingga pemecatan. Namun, meskipun aturan tersebut sudah jelas, pelanggaran netralitas ASN masih sering terjadi, terutama di masa-masa Pilkada.
Menurut Dr. Andi Rahmatullah, seorang pakar politik dari Universitas Hasanuddin, menjaga netralitas ASN dalam Pilkada bukan hanya persoalan teknis aturan, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan demokrasi. “ASN memegang peran penting dalam menjaga kepercayaan publik. Ketika mereka berpihak, hal ini bisa memicu ketidakadilan dalam proses demokrasi dan mencederai legitimasi hasil Pilkada itu sendiri,” katanya dalam sebuah diskusi panel yang diadakan di Universitas Hasanuddin pada 15 Agustus 2024. Dalam diskusi bertajuk “Peran ASN dalam Menjaga Netralitas di Pilkada 2024” itu, Dr. Rahmatullah menekankan pentingnya penegakan hukum yang lebih tegas agar tidak ada celah pelanggaran netralitas ASN.
Ketidaknetralan ASN tidak hanya merugikan calon lain yang bertarung dalam Pilkada, tetapi juga masyarakat luas. Ketika ASN terlihat berpihak, masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada institusi pemerintahan. Akibatnya, Pilkada yang seharusnya menjadi ajang demokrasi yang bersih, malah menjadi arena yang dipenuhi konflik kepentingan. Kesan ini tentu saja akan merusak legitimasi pemerintahan yang akan terbentuk.
Lebih dari itu, keterlibatan ASN dalam politik praktis juga dapat menimbulkan konflik sosial. Ketika ASN terlihat mendukung salah satu calon secara terang-terangan, masyarakat yang memiliki pandangan politik berbeda dapat merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil. Hal ini berpotensi menciptakan ketegangan dan konflik horizontal di tengah masyarakat yang seharusnya hidup berdampingan dengan damai.
Tak hanya itu, pelanggaran netralitas ASN juga membawa konsekuensi hukum yang serius. Seperti disebutkan dalam peraturan perundang-undangan, ASN yang terbukti melanggar netralitas dapat dikenakan berbagai sanksi mulai dari teguran hingga pemecatan. Sayangnya, penegakan hukum dalam hal ini belum sepenuhnya optimal. Banyak pelanggaran yang lolos dari pengawasan atau hanya mendapatkan sanksi ringan sehingga tidak memberikan efek jera yang signifikan.
Para ASN harus memahami bahwa mereka adalah panutan di masyarakat. Sikap dan tindakan mereka mencerminkan bagaimana seharusnya birokrasi yang baik bekerja. Jika mereka terlibat dalam politik praktis, masyarakat akan kehilangan contoh yang baik dan cenderung meniru tindakan yang salah. Oleh karena itu, menjaga netralitas bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral.
Menjelang Pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024, pengawasan terhadap netralitas ASN harus ditingkatkan. Pemerintah, khususnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), harus memperkuat pengawasan dan memastikan setiap pelanggaran ditindak secara tegas. Selain itu, sosialisasi terkait aturan netralitas ASN juga harus lebih gencar dilakukan agar setiap ASN memahami dan menjalankan kewajibannya dengan baik.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga netralitas ASN. Mereka dapat menjadi pengawas langsung di lapangan dan melaporkan setiap tindakan ASN yang melanggar aturan. Dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat, pelanggaran-pelanggaran dapat dicegah lebih dini.
Pada akhirnya, netralitas ASN adalah pilar penting dalam menjaga demokrasi yang bersih dan adil. Ketika ASN bisa bersikap netral, Pilkada akan berjalan dengan lebih transparan dan hasilnya akan lebih diterima oleh masyarakat luas. Sebaliknya, ketidaknetralan ASN akan menimbulkan konflik, mencederai demokrasi, dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang dihasilkan. Oleh karena itu, menjaga netralitas ASN adalah keharusan yang tak bisa ditawar lagi.