Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, turut di seret dalam pusaran kasus pemerasan dan suap terkait penanganan perkara hukum yang menyeret anak bos Prodia, Arif Nugroho dan rekannya Muhammad Bayu Hartanto. Keduanya terjerat kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap remaja putri di bawah umur inisial AF (16).
Sosok Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal menjadi sorotan setelah disebut-sebut oleh pengacara tersangka turut menerima suap terkait penganganan perkara hukum anak bos Prodia, Namun begitu, Kapolres Jaksel dengan tegas membantah tuduhan dirinya menerima suap dari anak bos Prodia dan rekannya tersebut. Kendati, Ade Rahmat tak menampik dirinya memang ditawarkan uang ratusan juta oleh anak bos Prodia agar kasusnya dihentikan.
Kordinator LAKSI Azmi Hidzaqi dalam siaran persnya mengatakan saya tidak yakin, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal menerima uang Rp400 juta atau menerima uang dari tersangka Arif Nugroho atau Bayu Hartoyo. “Karena kasus itu justru diminta Kapolres untuk diproses lanjut setelah mandek di bulan Agustus 2024,” atas dasar itulah maka kami berkeyakinan bahwa mereka justru membuat opini liar untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap Kapolres Jaksel tersebut.
Azmi juga menduga adanya peran mantan pengacara Arif dan Bayu, yaitu Evelyn Dohar Hutagalung (EDH), untuk diperiksa. Hal tersebut lantaran Evelyn diduga menjadi sosok sentral yang mengurusi suap kepada anggota Polres Metro Jaksel agar kasus yang menjerat Arif dan Bayu dihentikan. Oleh karena itu yang perlu didalami adalah ada perantara sebelumnya yaitu pengacara Evelyn Dohar Hutagalung karena komunikasi terkait uang ini lewat dia.” Maka kami jugai mendesak agar Polda Metro Jaya untuk segera memeriksa Evelyn dalam kasus ini. Hal ini harus segera dilakukan karena sudah membuat tudingan yang tidak bertanggung jawab.
Kami mendesak agar Polda segera memeriksa pengacara Evelyn Dohar Hutagalung agar dapat mengusut tuntas perkara pidananya. Kasus ini menyeret anak bos perusahaan di sektor kesehatan sebagai tersangka. Ade Rahmat mengakui adanya pertemuan terkait kasus tersebut, namun ia menegaskan dirinya menolak tawaran uang, Memang ada pertemuan, mereka meminta kasusnya di-SP3, tapi di tolak. Kasus ini sudah P21 (dilimpahkan ke jaksa penuntut umum),”
Atas dasar itulah maka kami meminta pengacara tersangka tidak membuat opini liar yang dapat menyesatkan dengan menggiring opini sehingga dapat mengaburkan substansi dari persoalan hukum tersangka, seharusnya tim pengacara tersangka tidak gegabah dalam memberikan keterangan pers sehingga merugikan pihak lainnya. (***)