Mahasiswa Ancam Gelar Aksi Jika Dugaan Penyimpangan Dana Desa Bambang Dibiarkan

MAMASA – Pemerintahan Desa Bambang, Kecamatan Bambang, Kabupaten Mamasa kembali menjadi sorotan publik setelah muncul desakan keras dari kalangan mahasiswa dan aktivis asal desa tersebut di Makassar. Mereka menuntut aparat penegak hukum (APH) serta Pemerintah Kabupaten Mamasa untuk turun tangan menindaklanjuti dugaan penyimpangan penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan pelanggaran prosedural dalam pemberhentian perangkat desa yang dilakukan secara sepihak oleh Kepala Desa Rimawan.

Robinson Andi Patundu, mahasiswa sekaligus mantan Ketua IPPM-KB Makassar periode 2023–2024 yang kini menjabat Wakil Ketua GEMA P.U.S Makassar, menegaskan bahwa indikasi penyelewengan anggaran di Desa Bambang bukanlah kasus baru.

“Ini bukan kali pertama. Bahkan di masa pemerintahan kepala desa sebelumnya indikasi penyimpangan sudah ada. Maka kami minta kepada APH, Inspektorat, dan Pemkab Mamasa untuk melakukan penyelidikan terbuka dan profesional. Rakyat butuh jawaban, bukan janji,” tegas Robinson, Jumat (10/10/2025).

Salah satu yang paling disorot adalah proyek pembangunan jalan yang dibiayai dari ADD. Menurut para mahasiswa asal Bambang, pengelolaan proyek terkesan tertutup dan tidak transparan. Minimnya keterbukaan informasi dari pemerintah desa menimbulkan kecurigaan bahwa ada penyalahgunaan dana rakyat.

“Selama ini, pemerintah desa cenderung menutup diri, terutama dalam hal pengelolaan anggaran. Akibatnya masyarakat gelisah, kami mahasiswa di Makassar juga geram melihat praktik semacam ini,” tambah Robinson.

Selain soal proyek jalan, pergantian perangkat desa juga menjadi persoalan serius. Kepala Desa Rimawan disebut-sebut memberhentikan staf desa secara sepihak tanpa prosedur resmi. Padahal, mekanisme pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 serta Permendagri Nomor 67 Tahun 2017.

“Pergantian perangkat desa tidak bisa dilakukan sembarangan. Kalau dilakukan sepihak, itu bentuk arogansi kekuasaan,” ujar Robinson.

Indikasi krisis kepemimpinan kian menguat setelah dua kepala dusun di Desa Bambang memilih mundur secara bersamaan bulan lalu. Hal ini dianggap sebagai sinyal adanya masalah besar yang ditutupi oleh pemerintah desa.

“Kalau satu orang mundur mungkin persoalan pribadi, tapi ini dua orang sekaligus. Itu tanda ada persoalan serius dalam sistem pemerintahan desa,” tambahnya.

Saat dimintai keterangan pada Kamis (9/10/2025), Sekretaris Dinas PMD Mamasa, Kaharuddin, mengaku tidak mengetahui soal pemberhentian sepihak perangkat desa yang dilakukan Kades Rimawan.

“Kami tidak pernah tahu menahu masalah pemberhentian itu,” tegas Kaharuddin di ruang kerjanya.

Pernyataan tersebut justru semakin memantik kegelisahan publik. Jika PMD selaku pembina teknis pemerintahan desa tidak mengetahui adanya pergantian, maka kuat dugaan proses itu dilakukan di luar jalur resmi dan tanpa dasar hukum.

Lebih jauh, saat awak media mencoba meminta hak jawab melalui pesan WhatsApp, Kepala Desa Rimawan justru bereaksi keras. Ia disebut-sebut menolak pemberitaan yang mencantumkan namanya tanpa izin, bahkan menyarankan wartawan turun ke rumah seorang mantan anggota DPRD Mamasa.

Alih-alih memberi klarifikasi, sikap Kades dinilai mengabaikan kewajiban memberikan hak jawab secara proporsional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers.

Para mahasiswa dan aktivis menegaskan, bila pemerintah kabupaten dan APH tidak segera mengambil langkah hukum, maka mereka siap menggelar aksi di Kantor Bupati Mamasa maupun Kejaksaan.

“Sudah banyak desa tenggelam karena kepala desanya bermain anggaran. Jika dibiarkan, ini akan jadi preseden buruk bagi tata kelola desa di Mamasa. Kami ingin uang rakyat diselamatkan, desa bukan ladang korupsi, dan jabatan bukan alat untuk menindas,” pungkas Robinson. (Ayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar