MAMASA — Jaringan Aktivis Mamasa (JAM) mendesak Bupati Mamasa, Welem Sambolangi, untuk menunda pelantikan pejabat hasil uji kompetensi dan evaluasi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) yang rencananya akan digelar pada 20 Oktober 2025.
Desakan ini disampaikan oleh Yustianto Tallulembang, aktivis JAM, yang menilai bahwa pelaksanaan seleksi JPT di Mamasa penuh polemik dan sarat kepentingan, terutama karena sejumlah peserta seleksi memiliki hubungan kekerabatan dengan pihak dalam pemerintahan.
“Kami menilai proses seleksi ini tidak sepenuhnya objektif. Ada indikasi kuat konflik kepentingan di dalam tubuh Panitia Seleksi. Karena itu, sebelum situasi ini makin memanas, Bupati sebaiknya menunda pelantikan hingga semua tahapan benar-benar sah secara hukum dan administrasi,” tegas Yustianto di Mamasa, Selasa (15/10).
Lebih jauh, JAM menyoroti bahwa sampai saat ini Pertimbangan Teknis (Pertek) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) belum diterbitkan. Padahal, Pertek merupakan syarat utama dan wajib sebelum Bupati dapat melantik pejabat hasil seleksi JPT.
Berdasarkan Peraturan BKN Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi dan Pengangkatan Jabatan Pimpinan Tinggi, serta ketentuan didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dimana setiap pelantikan pejabat tinggi pratama harus terlebih dahulu memperoleh pertimbangan teknis (Pertek) dari BKN.
“Tanpa Pertek, maka pelantikan menjadi cacat administrasi. Secara hukum, ini bisa berimplikasi pada pembatalan hasil pelantikan dan bahkan menimbulkan sanksi bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dalam hal ini Bupati Mamasa,” jelas Yustianto.
Ia menambahkan, jika Bupati memaksakan pelantikan tanpa menunggu Pertek BKN, maka seluruh keputusan mutasi atau promosi jabatan tersebut dapat dibatalkan, dan pejabat yang dilantik bisa dinyatakan tidak sah secara kepegawaian. Hal ini diatur secara tegas dalam regulasi kepegawaian nasional, yang menempatkan BKN sebagai lembaga pengawas manajemen ASN di seluruh Indonesia.
“Kami tidak menolak reformasi birokrasi, tapi jangan sampai reformasi justru diwarnai praktik nepotisme yang merusak sistem merit. Bupati harus hati-hati, jangan sampai keputusan yang terburu-buru menciptakan masalah hukum dan politik baru di masa pemerintahannya sendiri,” ujar Yustianto.
Lebih lanjut, Jaringan Aktivis Mamasa menyerukan agar Bupati menghormati proses administratif dan regulasi nasional, serta mendorong transparansi hasil seleksi dengan membuka akses publik terhadap dokumen penilaian dan daftar peserta yang lolos.
“Kami siap mendukung langkah Bupati untuk memperbaiki tata kelola kepegawaian di Mamasa, asal dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Karena yang kami lawan bukan orangnya, tapi sistem yang tertutup dan tidak adil,” tutupnya.
Dengan demikian, JAM menilai penundaan pelantikan bukan bentuk perlawanan politik, melainkan langkah penyelamatan tata kelola pemerintahan agar tidak terjerumus dalam pelanggaran administrasi kepegawaian. (Ayu)




