MAMUJU — Kasus dugaan penipuan proyek fiktif yang diduga melibatkan seorang pemuda berinisial Rdi, warga Desa Bambu Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, terus bergulir dan kini memasuki babak baru. Rdi yang dikenal di kalangan masyarakat Kalukku sebagai “preman kampung” diduga memanfaatkan pengaruh ayahnya yang menjabat Kepala Desa Bambu serta kedekatannya dengan sejumlah pejabat di Sulawesi Barat untuk meyakinkan korban menyerahkan sejumlah uang dengan iming-iming proyek pemerintah bernilai besar.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun media ini, korban merupakan rekanan kontraktor yang dijanjikan proyek oleh Rdi. Namun proyek yang dijanjikan itu tidak pernah terealisasi meski korban telah menyerahkan sejumlah uang yang disebut sebagai biaya administrasi. Korban mengaku uang tersebut berasal dari pinjaman dan hingga kini ia masih menanggung bunga hutang karena janji pengembalian tidak kunjung dipenuhi.
“Sebenarnya Rdi sudah hubungi saya lewat telepon dan janji akan kembalikan hari ini, Rabu 8 Oktober 2025. Tapi lagi-lagi dia hanya mengulur waktu, katanya besok lagi. Entah sampai kapan hari besok itu. Rumah tangga saya sudah berantakan karena penagih datang silih berganti ke rumah. Uang itu saya pinjam. Kalau sampai besok tidak ada niat mengembalikan, semua ini akan saya laporkan ke Polda Sulbar,” ungkap korban saat dikonfirmasi via WhatsApp, Rabu (8/10/2025).
Korban menegaskan, sudah tiga tahun lamanya ia menunggu niat baik Rdi untuk mengembalikan uang tersebut, namun hingga kini tidak ada kejelasan. “Tanya juga itu, kenapa banyak komentar. Rdi kembalikan dulu uang orang baru bisa dibilang punya etika dan tanggung jawab. Masak bukan hakmu, kamu jadi alat ambil uangnya orang. Apa ini bukan penipuan? Hukum mana yang membenarkan perbuatanmu. Pokoknya dia kembalikan uangnya orang, kah, mau dipakai juga segera,” ujarnya, Minggu (19/10/2025).
Sejumlah tokoh masyarakat Desa Bambu menilai kasus ini bukan hanya persoalan pribadi, melainkan telah mencoreng nama baik pemerintahan desa. Pasalnya, Rdi diduga menggunakan status ayahnya sebagai kepala desa untuk memperdaya kontraktor. Fenomena makelar proyek gadungan seperti ini bukan hal baru di Sulawesi Barat. Modusnya serupa, yakni pelaku menawarkan proyek yang diklaim berasal dari jalur pemerintah, kemudian meminta uang muka atau biaya administrasi. Setelah dana diterima, proyek yang dijanjikan tidak pernah terwujud.
Kasus ini menjadi semakin ramai setelah Kepala Desa Bambu menanggapi keras pemberitaan media yang menyoroti dugaan keterlibatan anaknya. Melalui sambungan telepon WhatsApp pada Sabtu (18/10/2025), Kepala Desa Bambu menyampaikan reaksi keras dan menilai pemberitaan tersebut menyinggung nama baik keluarganya. “Saya tidak akan tinggal diam. Saya akan laporkan hal ini, karena saya juga orang kuat di hukum,” ujar Kepala Desa Bambu dengan nada tegas.
Ia menambahkan bahwa dirinya merasa nama baik dan simbol negara telah dicederai. “Anda sudah mencederai lambang Garuda dan Polri,” ucapnya dengan nada emosional. Wartawati media ini yang menerima panggilan tersebut menanggapi pernyataan itu dengan tenang. “Atas dasar apa saya mencederai lambang Garuda dan Polri, Pak? Dalam pemberitaan saya tidak pernah menyebut kepala desa bermain proyek, dan tidak ada satu pun kalimat yang menyinggung institusi Polri,” jelasnya.
Percakapan tersebut berlangsung cukup panas. Kepala desa bahkan menyebut dirinya pernah lama berkecimpung di dunia media. “Saya ini sudah enam tahun di media, jadi saya tahu persis bagaimana kerja jurnalis,” katanya. Wartawati kemudian menimpali, “Kalau begitu, Bapak tentu tahu bahwa jurnalis tidak akan memuat berita tanpa narasumber yang jelas.” Dalam suasana perbincangan yang semakin emosional, kepala desa akhirnya mengakui bahwa Riadi memang anaknya. “Itu anak saya, Rdi Biar segunung orang Mamuju terserah mau diapakan, saya tidak mau tahu. Tapi jangan bawa-bawa nama saya,” ungkapnya.
Sementara itu, pihak keluarga korban merasa sangat dirugikan akibat tindakan yang dilakukan Rdi. “Pokoknya harus mi nabayar besok, karena kami sudah setengah mati bayar bunga dari uang yang dipinjamkan,” ujar istri korban dengan nada kecewa. Korban menegaskan siap menempuh jalur hukum jika uangnya tidak segera dikembalikan dan menilai tindakan tersebut merupakan bentuk penipuan. “Saya tidak akan diam. Kalau tidak ada itikad baik, saya akan laporkan resmi ke Polda Sulbar,” tegasnya.
Menanggapi situasi ini, Pemimpin Redaksi media, Andi Muhammad Affan, menyayangkan tindakan Kepala Desa Bambu yang dinilai telah mengeluarkan pernyataan bernada ancaman terhadap wartawan. “Kami sangat menyayangkan tindakan kepala desa yang mengeluarkan ancaman terhadap wartawan kami. Kami menempuh jalur konstitusional dan berpegang pada aturan Undang-Undang Pers. Semua pihak sebaiknya menyampaikan keberatan melalui hak jawab, bukan dengan intimidasi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa media memiliki tanggung jawab sosial dalam memberikan informasi yang benar. “Jika ada pihak yang merasa dirugikan, silakan gunakan hak jawab sesuai mekanisme yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Pers,” jelasnya. Hingga berita ini diterbitkan, pihak media yang menerima intimidasi telah menyiapkan langkah hukum dan meminta perlindungan resmi agar peristiwa ini tidak berlanjut dan tidak mengancam kebebasan pers di daerah. (Ayu)

 
																				


