KPK SIGAP: “Bangunan Asal Jadi, Tapi Dibilang Sudah Diperiksa BPKP — Ada Apa?”

MAMASA — Proyek revitalisasi SMK Negeri 1 Sesenapadang, Kecamatan Sesenapadang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, yang menelan dana sebesar Rp1.153.361.000 dari APBN Tahun 2025 kini menjadi sorotan publik. Program yang seharusnya meningkatkan kualitas fasilitas pendidikan itu justru diwarnai dugaan kuat adanya penyelewengan anggaran dan pengerjaan asal-asalan.

Hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh Ketua LSM KPK SIGAP Provinsi Sulawesi Barat, Simson, menemukan sejumlah kejanggalan pada pekerjaan proyek tersebut. Ia menilai kondisi fisik bangunan jauh dari standar kelayakan. “Dinding bangunan hanya dilapisi cat tipis tanpa perbaikan mendasar. Bahkan plafon sudah tampak bolong dan amburadul. Kualitas seperti ini tidak pantas disebut revitalisasi, apalagi dengan anggaran miliaran,” tegas Simson kepada awak media, Senin (20/10/2025).

Simson juga mempertanyakan kinerja lembaga pengawas negara, setelah mendengar pernyataan kepala sekolah bahwa proyek tersebut telah diperiksa oleh BPKP dan dinyatakan tidak bermasalah. “Jika benar BPKP sudah memeriksa dan ini hasilnya, maka pengawasan negara perlu diperiksa. Ada sesuatu yang tidak beres di sini,” kata Simson dengan nada keras.

Sementara itu, Kepala SMKN 1 Sesenapadang, Katharina Simak, S.Pd., membantah seluruh tudingan yang dilontarkan LSM tersebut. Dalam klarifikasinya melalui pesan WhatsApp kepada wartawan, Katharina menyebut bahwa proyek revitalisasi masih berjalan dan sudah sesuai dengan spesifikasi teknis. “Semua tiang dan selop pakai besi ulir 13 dan behel besi 10. Khusus Lab IPA tiangnya pakai cakar ayam. Waktu BPKP datang ke sekolah, mereka menyaksikan langsung di lokasi didampingi perwakilan dari Cabang Dinas. Jadi salah besar kalau wartawan bilang asal jadi,” ungkapnya, Minggu (20/10/2025).

Katharina juga menegaskan bahwa pihak sekolah telah mengunggah video progres pembangunan melalui akun TikTok resmi sekolah sebagai bentuk transparansi publik. “Kami sudah upload video progres minggu lalu lewat akun TikTok sekolah. Silakan kalau mau dicek,” ujarnya. Menanggapi tudingan Simson, ia bahkan menuding balik bahwa informasi yang disebarkan tidak berdasarkan fakta. “Saya heran, apa dasarnya Pak Simson bilang pembangunan asal jadi? Ada beberapa wartawan yang datang sebelumnya dan mereka tidak seperti itu, tidak mengarang-ngarang berita,” tulisnya.

Katharina menilai sebagian pemberitaan telah merugikan nama baik sekolah. “Kalau pencemaran nama baik itu wajar dilaporkan. Kami masih menunggu waktu yang tepat karena saat ini kami fokus mengurus sekolah. Tapi kalau ada yang mencemarkan nama sekolah, kami juga punya hak untuk menuntut keadilan,” tegasnya. Ia juga mengingatkan agar media tetap menjaga etika jurnalistik. “Saran saya, kalau mau medianya sehat, berkualitas dan terpercaya, cek dan ricek dulu kebenarannya baru diberitakan. Sekali saja memposting berita tidak benar, masyarakat tidak akan percaya lagi medianya,” ujarnya.

Isu lain yang mencuat adalah dugaan tidak dilibatkannya pekerja lokal dalam proyek tersebut. Kepala sekolah beralasan bahwa sebagian masyarakat setempat sedang sibuk dengan kegiatan adat Rambu Solo dan Rambu Tuka sehingga tidak bisa ikut dalam pekerjaan proyek. Namun alasan tersebut memicu reaksi keras dari pegiat LSM. “Dalih Rambu Solo itu tidak masuk akal. Ini proyek publik, seharusnya melibatkan masyarakat lokal untuk pemberdayaan ekonomi,” tutur Simson.

Simson memastikan pihaknya tidak akan berhenti pada temuan awal di lapangan. Ia berencana melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat agar dilakukan audit dan pemeriksaan menyeluruh terhadap pihak-pihak terkait, termasuk pengelola dana dan pengawas proyek. “Kasus ini harus diselesaikan. Uang rakyat tidak boleh dihambur-hamburkan untuk pekerjaan yang tidak sesuai standar. Kami siap membawa bukti dan laporan resmi ke Kejati Sulbar,” tegasnya.

Proyek senilai Rp1,15 miliar ini kini menjadi perhatian masyarakat Mamasa. Publik menuntut transparansi dan akuntabilitas dari pihak sekolah maupun instansi pengawas. Sejumlah aktivis lokal juga meminta agar Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Barat segera turun langsung meninjau pekerjaan di lokasi untuk memastikan kualitas pembangunan sesuai dengan dokumen kontrak. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari BPKP Perwakilan Sulawesi Barat terkait hasil pemeriksaan proyek revitalisasi SMKN 1 Sesenapadang tersebut. (Ayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *