MAMASA — Status lahan pembangunan SMAN 1 Pana di Desa Manipi, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa, kembali menjadi sorotan publik. Proyek Revitalisasi pembangunan sekolah yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 dengan nilai kontrak mencapai Rp6.757.065.000 ini diduga menyimpan persoalan serius terkait kejelasan status tanah hibah yang digunakan sebagai lokasi pembangunan.
Menurut keterangan salah satu narasumber yang enggan disebut namanya, status tanah hibah tersebut belum sepenuhnya jelas dan diduga ada rekayasa dalam proses rekomendasi proyek. “Saya curiga kepala desa kerja sama dengan kepala sekolah untuk mengakali penghibah tanah,” ujarnya kepada wartawati media ini melalui pesan WhatsApp, Selasa, 21 Oktober 2025.
Sumber menyebutkan, awalnya lahan yang akan dihibahkan seluas tiga hektare, namun sebagian keluarga pemilik tanah menolak jika seluruhnya diserahkan. Setelah melalui kesepakatan, keluarga akhirnya setuju menghibahkan seperempat hektare saja. Namun, menurut sumber itu, pihak sekolah dan kepala desa justru melaporkan ke pihak pertanahan seluas satu setengah hektare tanpa sepengetahuan keluarga pemilik.
“Pertanahan pun belum bisa mengeluarkan sertifikat karena status tanah masih bersengketa,” tambahnya. Ia juga menduga ada rekayasa agar pembangunan sekolah bisa memperoleh bantuan proyek revitalisasi.
Sebelumnya, wartawati media ini telah berupaya menghubungi kepala sekolah SMAN 1 Pana untuk meminta klarifikasi, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan.
Sementara itu, Kepala Desa Manipi yang dikonfirmasi memberikan penjelasan terkait tudingan dirinya terlibat dalam proyek pembangunan sekolah tersebut. Melalui pesan WhatsApp, kepala desa menyebut bahwa kehadirannya di lokasi proyek semata-mata karena tanggung jawab sebagai kepala desa.
“Ikut mengawasi juga karena wilayah pemerintahan saya, jadi wajar saya selalu muncul di lokasi itu,” ujarnya.
Kepala desa juga meminta agar pemberitaan mengenai proyek sekolah dilakukan secara berimbang dan berdasarkan fakta di lapangan. “Silakan ditulis sesuai keadaan di lapangan. Harusnya berita ini diklarifikasi dulu tingkat kebenarannya, karena berita yang kita rilis itu sebenarnya tidak tepat,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa tudingan mengenai kondisi bangunan tidak benar dan harus disertai sumber yang jelas. “Sementara pemasangan tiang dan batu merah kenapa sampai lantai retak diberitakan. Kemudian cantumkan sumber beritanya biar lebih jelas,” katanya.
Kepala desa juga menyampaikan bahwa ia memang diminta oleh kepala sekolah untuk membantu mencari pekerja dalam proyek tersebut. “Siapa itu narasumber bu? Saya memang diminta kepsek untuk mencari orang kerja di dua gedung, dan itu saya lakukan. Yang kerja orang kampung semua, hanya satu tukang dari luar karena harus selesai tepat waktu. Jadi banyak tukang yang kerja,” jelasnya.
Meski demikian, hingga kini status kepemilikan lahan untuk pembangunan SMAN 1 Pana belum mendapatkan kejelasan dari pihak pertanahan. Sumber dari pihak BPN menyebut sertifikat tidak bisa diterbitkan selama masih ada persoalan antara pihak penghibah dan penerima hibah.
Hingga berita ini terbit pihak Dinas Pendidikan Provinsi maupun pihak Kejaksaan Tinggi Sulbar masih berupaya untuk dikonfirmasi. (Ayu)

 
																				


