Aktivis Soroti Dugaan Hilangnya Nama Penerima Bansos di Aralle Akibat Ketidaksesuaian Desil DTKS-EN

MAMASA – Sejumlah warga di Kecamatan Aralle dan beberapa wilayah tiga Kabupaten Mamasa kembali mengeluhkan hilangnya nama mereka dari daftar penerima bantuan sosial (bansos). Keluhan ini mencuat setelah perubahan sistem pendataan dari DTKS menuju DTKS-EN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional) yang kini digunakan pemerintah sebagai acuan kelayakan penerima bantuan.

Warga mengaku terkejut karena nama mereka yang sebelumnya terdaftar sebagai penerima bansos tiba-tiba tidak lagi muncul dalam sistem Dinas Sosial. Kondisi ini menimbulkan keresahan, terutama bagi keluarga miskin yang selama ini sangat bergantung pada bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Peralihan ke sistem DTKS-EN melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyusun indikator sosial ekonomi sekaligus menentukan pengelompokan desil kesejahteraan. Namun, di lapangan, banyak warga menduga bahwa penentuan desil tersebut tidak sesuai dengan kondisi riil masyarakat. Mereka yang hidup serba kekurangan justru diklasifikasikan dalam desil tidak layak, sehingga otomatis terhapus dari data penerima bansos. Situasi ini terjadi tanpa sosialisasi memadai dan tanpa verifikasi lapangan yang jelas.

Aktivis masyarakat Mamasa, Ummul Akbar, menilai adanya kelalaian pemerintah daerah dalam melakukan pengecekan data sebelum diberlakukan. Ia menyebut dugaan ketidaktepatan penentuan desil berpotensi menimbulkan exclusion error, yaitu keluarnya warga miskin dari daftar penerima bantuan akibat data yang tidak akurat.

“Data kesejahteraan itu bukan sekadar angka. Data menentukan apakah sebuah keluarga miskin mendapatkan haknya atau justru kehilangan bantuan pada saat mereka paling membutuhkan,” ujar Ummul Akbar. Ia menilai pemerintah bersama Dinas Sosial dan BPS daerah patut diduga kurang cermat dalam memastikan kesesuaian data DTKS-EN dengan kenyataan di lapangan.

Ummul Akbar mendesak Pemerintah Kabupaten Mamasa untuk melakukan investigasi menyeluruh terkait dugaan hilangnya nama masyarakat dari daftar bansos, serta meninjau kembali proses pengelompokan desil yang digunakan dalam sistem baru tersebut. Ia juga meminta pemerintah melakukan verifikasi lapangan secara objektif dan transparan, terutama bagi warga yang tiba-tiba dinyatakan tidak lagi layak menerima bantuan.

Selain itu, ia mendorong pemerintah membuka posko pengaduan resmi agar masyarakat memiliki ruang untuk menyampaikan data dan bukti terkait kondisi ekonomi mereka. Menurutnya, langkah ini sangat penting demi mencegah semakin banyak keluarga miskin kehilangan hak akibat kesalahan pendataan.

“Ini bukan persoalan teknis semata. Ini persoalan keadilan sosial. Pemerintah harus memastikan tidak ada satu pun keluarga miskin yang dirugikan akibat data yang tidak sesuai,” tegasnya.

Keluhan serupa juga mulai muncul dari beberapa daerah di Mamuju, menunjukkan bahwa persoalan pengelompokan desil dalam sistem DTKS-EN berpotensi berdampak luas jika tidak segera dievaluasi. Masyarakat berharap pemerintah bergerak cepat menindaklanjuti masalah ini sebelum terjadi dampak sosial yang lebih besar. (Ayu)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *