MAJENE — Tercium setelah Fahri dari konsultan/pengawas Proyek Pembangunan Kantor Kemenag Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), bersedih dengan nada redup menyapa bahwa belum ada izin dari pemilik aset, yakni Menteri Keuangan, atas pembongkaran serta pembangunan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Majene sampai sekarang.
Itu berdampak pada risiko hukum jika membangun di atas tanah sebagai aset negara tanpa izin. “Inikan belum pernah ada izin yang pernah kami lihat sampai sekarang, tapi lucunya, terus melakukan aktivitas. Kalau belum ada izin, sama halnya pembangunan ilegal,” jelas Fahri penasaran.
Bahkan ada yang menyenggol bangunan tersebut, sudah dua kali pergantian kontraktor, disebabkan kontraktor lama ada pekerjanya yang meninggal dunia saat merobohkan bangunan lama.

Meski pemanfaatan aset yang diatur oleh Kementerian Keuangan sebagai pengelola barang, prosesnya melibatkan perizinan resmi dan penandatanganan perjanjian yang merujuk pada regulasi.
Tidak serta-merta membangun kantor di atas tanah aset. Ini dapat dikategorikan melanggar hukum, dikenai denda, bahkan bisa pidana penjara. Itu sangat berisiko. Demikian sumber Media 01 di sekitar proyek yang menelan biaya negara Rp 1,7 miliar lebih.

Bahkan pernah Kakanwil Kemenag Sulbar ke Majene saat gonjang-ganjing permasalahan proyek disebabkan belum adanya izin aset untuk pembangunan sampai sekarang. Tapi Direktur CV RAMA menyebut ada izin aset, meski tak mampu memperlihatkan, bahkan menyampaikan melalui HP-nya:
“Saya akan membeli lelang aset dari Kantor Kemenag, mungkin sekitar 3 jutaan harganya. Ada nampak terkumpul di depan kantor itu, pak,” jelasnya Rauf bersemangat.
Bagaimana prosedurnya yang sah? Jelas ada persetujuan yang permanen dari Menteri Keuangan. Jika tidak, akan berdampak buruk mendirikan bangunan di atas tanah aset.
“Sangat berisiko, pak. Sewajarnya harus mutlak memegang izinnya dulu baru membangun, bukan sebaliknya: membangun dulu, izin aset belakangan. Ini sepertinya ada pengaturan belas kasihan yang menyebut semua gampang diatur.”
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di bawah Kementerian Keuangan, dan jenjangnya hingga ke Kakanwil Kemenag, menjadi sandungan bila kenyataannya benar tanpa izin dari pemilik aset, meski disebut-sebut Kemenag Majene lepas tanggung jawab, makanya sempat tertunda proyek tersebut, terangnya terenyuh.
Kalau tidak dikerja dua sif, artinya kerja proyek siang dan malam, mungkin dapat rampung. Tapi jika tidak, maka Proyek Pembangunan Kemenag Majene tidak akan selesai tepat waktu.
Sebab nampak bangunan sekarang fisiknya baru 25 persen, sementara batas waktu pelaksanaan tidak cukup lagi sebulan, per 31 Desember 2025, kata Fahri. (Ag)








