Mamasa – Persoalan batas kepemilikan tanah kembali mencuat dalam proyek pembangunan Laboratorium Kesehatan Kabupaten Mamasa. Seorang warga mengambil langkah tegas dengan melakukan pemagaran terhadap lahan yang digunakan Pemerintah Daerah (Pemda) Mamasa untuk pembangunan laboratorium tersebut.
Warga tersebut menjelaskan bahwa polemik ini bermula pada 7 Agustus 2025, ketika ia melayangkan surat kepada Pemda Mamasa untuk meminta kejelasan batas Sertifikat Hak Milik (SHM) milik pemerintah daerah. Namun, tanpa menunggu jawaban atau kejelasan, pembangunan laboratorium telah dimulai pada 14 Agustus 2025.
Selanjutnya, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Mamasa melakukan penataan batas pada 19 Agustus 2025. Karena tidak ada perkembangan hasil penataan tersebut, warga melayangkan somasi pertama pada 25 September 2025, disusul somasi kedua pada 29 September 2025, meminta agar pembangunan dihentikan sementara hingga batas tanah diselesaikan.
Merespons somasi itu, warga kemudian diundang oleh Kepala Dinas Kesehatan Mamasa untuk mengikuti rapat bersama Bupati Mamasa pada 13 Oktober 2025. Dalam pertemuan tersebut diputuskan bahwa permasalahan batas tanah diserahkan sepenuhnya kepada BPN untuk memproses sertifikat pengganti atas nama Mikael, karena sertifikat asli milik yang bersangkutan hilang.
Namun hingga kini, warga menilai tidak ada kejelasan maupun tindak lanjut dari BPN ataupun Pemda Mamasa. Warga pun menduga kedua instansi tersebut tidak serius menangani permasalahan tersebut.
Atas kondisi itu, warga memutuskan untuk memagari lahan yang sedang digunakan untuk pembangunan laboratorium, dan menegaskan bahwa pagar tersebut tidak akan dibuka sebelum ada kejelasan resmi dari Pemda Mamasa mengenai status tanah miliknya.
“Sampai berita ini dinaikkan, belum ada tanggapan dari Pemda Mamasa,” ujarnya.
Pembangunan laboratorium kesehatan kini dilaporkan terhenti sementara akibat aksi pemagaran tersebut, menunggu penyelesaian sengketa batas tanah yang masih menggantung. (Ayu)







