Masyarakat terus menyimak pernyataan keras pemerintah dan komitmen untuk menyelesaikan segala urusan yang menjadi penyebab bencana banjir akibat ulah manusia yang mengumbar konsesi pengolahan hutan, hak penebangan pohon secara legal maupun ilegal hingga hutan gundul dan sungai terpaksa memuntahkan kayu gelondingan yang terus menerjang pemukiman penduduk dan membunuh makhluk hidup yang tidak mampu menyematkan diri dari kemurkaan alam yang dipaksa secara liar semena-mena, hingga tidak mampu mentheraphy dirinya sendiri untuk menjadi pelindung dan memberi banyak manfaat bagi kehidupan manusia.
Bencana akibat ulah manusia yang serakah dan rakus di Aceh, Sumatra Utara pada akhir November 2025 sungguh menyayat hati. Korban jiwa manusia, harta benda dan ternak peliharaan tak terhitung nalainya melengkapi dera derita rakyat kecil akibat nafsu serakah penguasa dan pemilik modal yang rakus ingin kaya dari kekayaannya yang sudah melimpah, sehingga sulit diterka untuk apa lagi semua kekayaan itu terus ditumpuk, sementara ketika tidak secuilpun bakal dibawa masuk ke liang kubur.
Janji pemerinrah untuk menelusuri berbagai perusahaan yang ikut memicu banjir dan longsor di Pulau Sumatra itu terus ditunggu oleh warga masyarakat hingg pada saatnya tak juga dilakukan, rakyat siap bertindak sesuai kemampuan dan kepantasan yang mereka anggap patut dan perlu dilakukan, sebab janji bisa saja sekedar janji untuk meredakan rasa kemarahan yang sudah sulit ditahan. Sebab janji-janji terdahulu toh sudah terlalu banyak yang membuat hati kecewa. Seperti sejumlah tindak pidana pelaku korupsi yang acap kali hanya dijadikan pertunjukan sandiwara belaka. Kalau toh, ada yang bisa dibawa kemeja pebgadilan, toh tidak sedikit yang diakhiri dengan kebebasan atau jaringannya yang sangat terasa mengiris rasa keadilan.
Sejumlah nama perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pemiliknya sudah disebut-sebut dan beredar luas di publik, termasuk sejumlah diantaranya yang merambah hutan, mencuri kayu dan memperluas lahan konsesi secara diam-diam atau berlagak tidak tahu. Kendali ulasan lahan dan tata aturannya sudah jelas tertulis berikut sanksi serta ancaman pidananya yang bisa mencerat mereka. Namun peraturan dan sanksi sudah terlanjur menjadi bagian dari budaya yang dikompromikan, akibatnya begitulah rakyat harus menanggung dera dan derita ketika bencana akibat ulah keserakahan serta kerakusan manusia.
Banten, 11 Desember 2025







