KOSONGSATUNEWS.COM, Majene – Kenaikan iuran atau pembayaran bulanan langganan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Barat, dikeluhkan masyarakat pelanggan milik BUMD Pemda Majene ini.
Keluhan ini sangat berdasar, selain karena pandemi penyakit virus corona 2019 (Covid19) masih melanda Indonesia, khususnya di Majene yang berimbas kepada ekonomi atau pekerjaan serta penghasilan bagi masyarakat sipil (swasta), juga disebabkan oleh minimnya asupan air mengalir ke rumah-rumah pelangga yang jarang mengalir, bahkan mengalir atau tidak mengalir tetap diterapkan pembayaran biaya beban.
Seorang pelanggan PDAM Majene bersikukuh memprotes kenaikan pembayaran air secara tiba-tiba. Pelanggan seorang guruASN ini tak mau disebutkan namanya, mengatakan, ia merasa kaget dengan pembayaran yang membengkak hingga ratusan ribu, padahal sebelumnya hanya membayar Rp200 ribu.
Ia kaget bukan kepalang, justru saat menggunakan mesin pompa air malah biaya langganan makin naik hingga Rp600 ribu.
“Intinya pakai air PDAM sebelumnya Rp100 ribu lebih hingga Rp200 ribu, tapi Saat saya pakai bor sudah Rp600 ribu, hanya dipakai mandi saja, kalau sumur bor baru dipakai mencuci, buang air saja,” ungkap pelanggan air PDAM tanpa mau disebutkan jati dirinya tersebut.
Adanya keluhan warga pelanggan memakai sumur bor, karena air PDAM tidak mengalir, tetapi iurannya melonjak naik, Direktur PDAM Majene Arlin Aras mengatakan, meteran atau watermeter (meteran air, red) akan berputar kalau ada dorongan air atau angin sekalipun.
“Tidak ada air, tapi anda (pelanggan) memakai mesin bor, pasti kencang. Karena alasannya, kalau tidak menarik dari sumur bor maka airnya hanya menetes, betul itu. tetapi dengan masuknya sumur bor maka pasti kencang,” ujarnya.
Kenaikan tarif langganan, menurut Arlin Aras yang baru menjabat defenitif (tetap) setelah sebelumnya diangkat oleh bupati (alm) Fahmi Massiara, sebagai Pjs Dirut PDAM Majene, 2019 lalu, bahwa soal air tidak mengalir itu dikarenakan Intake (bangunan yang berfungsi sebagai asupan air dari resapan air pertama/penampungan pertama dari air sungai/resapan air) di Lingkungan Manggae, Kelurahan Totoli, Kecamatan Banggae, Majene, mengalami kekeringan.
“Air yang kurang dari Mangge, kering penampungan di atas, kering intake,” katanya.
Terkait kenaikan tarif langganan PDAM, Arlin menegaskan, jika kenaikan iuran langganan air PDAM itu sudah seharusnya berlaku pada masa bupati Kalma Katta. Kenaikan iuran langganan ini Rp1000 dari iuran sebelumnya sejak era Dirut PDAM, Muh. Arif adalah sebesar Rp2,500. Sehingga saat ini langganan diwajibkan membayar Rp3,500 per kubik air per bulan.
“Ini sebenarnya sudah kenaikan tahun 2015, yang ditandatangani oleh pak Kalma yang seharusnya berlaku, lima tahun yang lalu tidak diberlakukan sama direktur (eks Dirut PDAM Muh. Arif, red). Ini sudah lima tahun pordak hukumnya, Ini adalah era bupati Kalma,” ujar Arlin saat dikonfirmasi, Sabtu (24/10/2020) pagi.
Menurutnya, pordak Perbup bupati tersebut tidak diberlakukan oleh direktur sebelumnya (Muh. Arif).
“Dia (derektur sebelumnya, red) berlakukan Rp2,500, Setelah saya lihat salah itu, yang benar ini (sambil memperlihatkan draf salinan perbup 2015 dan daftar kenaikan iuran air PDAM). Kalau didefenisikan naik iya, tapi bukan naik dizamannya Arlin Aras. Naik dizamannya direktur Arif waktu itu Rp2,500,” bebernya.
Sehingga kata dia, pemberlakuan kenaikan tarif langgan sudah sesuai dengan perbup, yang seharusnya sudah diberlakukan pada tahun 2015.
“Kalau saya tidak berlakukan, saya salah. Rp2,500 itu tidak ada dasar hukumnya, paham jelas toh!?. Jadi kembali kepada aturan yang sebenarnya, itu saja. Kalau ada yang lain-lain boleh,” tandasnya.
Intinya, lanjutnya, kalau tidak diberlakukan maka BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) juga bertanya, dasar apa anda memberlakukan tarif Rp2,500 per kubik, tidak ada. Yang pada dasarnya Rp3,500.
“Bayangkan 5 tahun pak, keenakan warga dengan tarif yang tidak ada dasar hukumnya. Sehingga saya direktur defenitif memberlakukan, kalau tidak, pelanggaran. Disamping efeknya terhadap perusahaan, bayangkan Rp1500 dengan 6000 pelanggan kali 12 bulan kali 5 tahun (1500 x 6000 x 12 bulan), berapa miliar uang hilang. Perusahaan sudah sakit seperti ini,” katanya.
“Jadi terserah warga, media (Pers) ataupun siapapun memaknai kenaikan terserah, tapi kami menormalisasi tarif,” tegas Arlin.
Reporter : Baharuddin
Editor : Daeng Nompo’