MAMASA, — Polemik dana sumbangan di SMA Negeri 1 Balla, Kecamatan Balla, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, terus menuai sorotan. Meski pihak komite sekolah membantah adanya pemotongan Program Indonesia Pintar (PIP), penggalangan dana melalui rapat komite dinilai rawan bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Sekretaris Komite SMA Negeri 1 Balla, Alexander, mengakui adanya kesepakatan bersama orang tua siswa untuk memberikan sumbangan sukarela. Hasil musyawarah itu, kata dia, digunakan untuk tiga kebutuhan sekolah: honorarium guru honorer yang belum masuk Dapodik, pengadaan kursi aula, serta konsumsi ringan bagi guru.
Namun, kebijakan ini justru menimbulkan tanda tanya besar. Pasalnya, dalam regulasi resmi, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan sudah mengatur bahwa sekolah negeri tidak boleh memungut biaya wajib dari orang tua siswa, apalagi yang berpotensi menekan penerima PIP.
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah memang memperbolehkan adanya sumbangan tanpa adanya permintaan ataupun ajakan. Sumbangan harus benar-benar sukarela, tidak ditentukan besarannya, dan tidak boleh menjadi syarat bagi siswa untuk mendapatkan layanan pendidikan.
“Kalau sudah diputuskan dalam rapat dan adanya permintaan ataupun ajakan, itu lebih mirip pungutan, bukan sumbangan murni. Dan ini bisa bertentangan dengan semangat pendidikan gratis,” ungkap salah satu Aktifis
Isu makin menguat lantaran sebagian orang tua siswa mengaku tidak hadir dalam rapat komite, sehingga merasa tidak pernah setuju dengan kebijakan itu. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan beban bagi keluarga, khususnya penerima bantuan PIP yang seharusnya dilindungi dari pungutan. (Ayu)




