MAMASA — Dunia pendidikan di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, tengah diguncang persoalan serius. Ribuan guru non-sertifikasi dari jenjang TK hingga SMP mengaku hak mereka berupa Tambahan Penghasilan (Tamsil) macet hampir dua tahun. Tamsil yang seharusnya menjadi penopang ekonomi justru berubah menjadi beban ketidakpastian.
Menurut aturan, Tamsil wajib dicairkan empat kali dalam setahun (per triwulan). Namun kenyataannya, para guru hanya menerima sekali pencairan pada tahun 2024, jauh dari jadwal empat triwulan. Memasuki tahun 2025, kondisi semakin memprihatinkan karena belum ada kejelasan kapan hak mereka akan kembali dicairkan.
“Sampai kapan hak kami diperlakukan begini? Sampai kapan kami menghitung dari bulan ke bulan tanpa kepastian, sementara tahun 2025 hampir berakhir?” keluh beberapa guru yang enggan disebut namanya.
Ketua LSM KPK Sigap Sulawesi Barat, Simson, angkat bicara dan melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Kabupaten Mamasa. Ia menyebut dana Tamsil yang ditaksir mencapai miliaran rupiah diduga mengendap di kas daerah hampir dua tahun.
“Ini dugaan pembiaran. Dana yang menjadi hak guru seharusnya disalurkan setiap triwulan, bukan dua tahun sekali, atau bahkan tanpa kejelasan. Kami mendesak aparat hukum mengusut tuntas persoalan ini,” tegas Simson kepada media ini, Senin (1/12/2025).
Simson juga menyoroti DPRD Mamasa, khususnya komisi yang membidangi pendidikan.
“DPRD jangan hanya tidur. Pengawasan harus diperketat. Jangan biarkan guru menjadi korban dari kelalaian dan ketidakjelasan kebijakan,” ujarnya.
Sementara itu, para guru hanya bisa bertahan di tengah kondisi sulit, berharap janji kesejahteraan yang selama ini digaungkan pemerintah tidak lagi berhenti sebagai slogan politik belaka.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas terkait, Pemerintah Daerah, maupun DPRD Kabupaten Mamasa belum memberikan klarifikasi resmi. (Ayu)







