Kupang – Kehadiran Notaris Emmanuel Mali, SH., dan Zantje M. Voss Tomasowa, SH., M.KN dalam konferensi pers bersama teradu dugaan pelanggaran kode etik. Notaris Jefry Jonathan Ndun, SH., M Kn selaku Notaris Pemegang Protokol dari Almarhum Notaris Hengki Famdale, SH diprotes oleh Yupelita Dima, SH., MH selaku kuasa hukum Harvido Aquino Rubian.
Menurut Yupelita Dima, mengutip laman kemenkumham.go.id, Notaris Emmanuel Mali, SH adalah Majelis Pengawas Notaris Wilyah Nusa Tenggara Timur dan Notaris Zantje M. Voss Tomasowa, SH., M.KN adalah Majelis Pengawas Notaris Daerah kota Kupang.
Disaat bersamaan duduk gelar konferensi pers bersama teradu dugaan pelanggaran kode etik Notaris Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn. Sedangkan Notaris Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn dilaporkan dugaan pelanggaran kode etik Notaris oleh Harvido Aquino Rubian beberapa waktu yang lalu.
“Kami protes, ini sikap yang tidak fair oleh Notaris Emmanuel Mali, SH., dan Zantje M. Voss Tomasowa, SH., M.KN selaku pengawas notaris”, ungkap Yupelita Dima, Senin (3/6/2024) di Kupang.
Kalau pengawas Notaris yang melanggar etika dan kode etik, kepada siapa harus mengadu?, tanya Yupelita.
”Kami minta Kementrian Hukum dan HAM untuk evaluasi notaris tersebut. Mentri Hukum dan HAM oleh UU Jabatan Notaris diberi wewenang mengawasi notaris. Selaku kuasa hukum Harvido Aquino Rubian akan bersurat ke Komisi III DPR RI dan minta dipanggil Mentri Hukum dan HAM RI untuk evaluasi tindakan dan perilaku Notaris model ini. UU Jabatan Notaris dibahas oleh Komisi III dan disetujui oleh DPR. Ini tindakan yang melecehkan UU Jabatan Notaris”, tandas Yupelita, advokat perempuan juga politisi Partai Demokrat kelahiran Sabu Raijua ini.
Lanjut Yupelita, surat Hendra Hartanto Irawan tanggal 15 Januari 2021 ditujukan ke Notaris Emanuel Mali selaku Notaris yang membuat akta pembatalan jual beli dan akta pengakuan hutang.
Menurut Hendra kata Yupelita Dima, ”akta yang dibuat Emanuel Mali tersebut tidak berkordinasi dan komunikasi dengan dia sebelumnya selaku pemberi kuasa. Untuk itu Hendra mohon agar akta tersebut tidak dilaksanakan. Itu bunyi surat Hendra yang kami peroleh dari klien karena bapak kandung klien kami pak Theodoris Rubian dapat tembusan surat Hendra”.
”Karmana (Red, bagaimana) hal ini bisa terjadi? Akta Jual Beli dibuat di Notaris lain, Akta pembatalan jual beli dibuat di Notaris lain. Kaidahnya dimana? Kecuali di Notaris yang sama. Jika notaris tersebut sudah meninggal ya dibawah ke Pengadilan untuk pembatalan. Bukan di Notaris lain. Juga hal yang sama akta pengakuan hutang tapi para pihak materil tidak hadir dihadapan notaris sesuai surat Hendra tersebut. Siapa yang memberi kuasa, Hendra sendiri dalam suratnya menyebutkan tidak memberi kuasa dalam pembuatan akta. Kalau begitu kekuatan mengikatnya dimana? Ini masalah besar. Ini ibarat si A dan si B berkelahi tapi ketua RT yang datang buat pengakuan atau buat perjanjian. Bukan si A dan si B”, kata Yupelita Dima.
“Kita minta Mentri Hukum dan HAM dan DPR RI turun tangan terkait hal ini, jangan dipandang sepele. Ini bukan saja melanggar etik tapi diduga melanggar hukum. Dugaan memberikan keterangan palsu dalam akta otentik bisa saja terjadi, biarkan aparat penegak hukum yang selidiki jika ada Laporan Polisi masuk”, jelas Yupelita.
”Laporan polisi soal dugaan penggelapan dan laporan dugaan pelanggaran kode etik kepada Notaris Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn itu baru pendahuluan. Ada bab berikut, ini yang kami sebut lebih besar termasuk terkait dugaan memalsukan keterangan dalam akta otentik dan dugaan tindak pidana lain”, tegas Yupelita.
Tambah Yupelita, ”tidak beralasan hukum Notaris Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn tidak memberikan salinan akta PPJB kepada klien kami sebagai pihak yang berkepentingan langsung. Sudah ada nomor akta, kok salinan akta tidak ada? Notaris Jefry pernah menyampaikan di HP seluler saya. Ada Salinan akta tapi belum ditandatangani, kata Jefry dikutip Yupelita. Harusnya Notaris Jefry tunduk pada pasal 54 ayat (1) UUJN. Tidak mungkin salinan akta PPJB itu dibawah almarhum Hengky Famdale ke kuburan. Pak Jefry hanya pemegang protokol Notaris Hengky Famdale yang meninggal dunia, sebagai pelaksana perintah UU, bukan Notaris yang membuat akta tersebut. Menurut klien kami, pernah membaca akta tersebut, diberikan pak Jefry untuk membaca tapi tidak bisa membawah pulang. Ada fotonya. Itu yang diduga penggelapan, yang dilaporkan ke Polisi oleh klien kami. Laporan dugaan tindak pidana itu hak klien kami, bukan pencemaran nama baik”, tandas Ita Dima.
Senada dengan Yupelita Dima, Harvido Aquino Rubian mengatakan ini hal yang konyol. ”Kok bisa sekonyol ini, saya malah bertanya-tanya para pihak materil tidak hadir tapi dibuatkan akta oleh Notaris? Saya tidak faham hukum, hanya bertanya kok sekonyol ini?”, tandas Harvido.
Notaris Emmanuel Mali, SH saat dikonfirmasi media ini Selasa (4/6/2024) melalui Whatsaap belum menjawabnya. Pesan Whatsaap centang dua tapi hingga berita ini diturunkan belum menjawabnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam pernyataan resmi yang disampaikan oleh Albert Riwu Kore, SH, Emmanuel Mali, SH., MH, dan Zantje M. Voss Tomasowa, SH., M.KN, dilansir https://www.beritanusra.com/ Minggu (2/6/2024), dijelaskan bahwa Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn adalah Notaris Pemegang Protokol dari Almarhum Notaris Hengki Famdale, SH. Protokol yang diterima oleh Jefry Jonathan Ndun tidak termasuk salinan akta, melainkan hanya protokol akta sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 62 UUJN.
Isi protokol tersebut meliputi minuta akta, buku daftar akta atau repertorium, buku daftar akta di bawah tangan, buku daftar nama penghadap atau klapper, buku daftar protes, buku daftar wasiat, dan buku daftar lain yang harus disimpan oleh notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan Harvido Aquino Rubian yang menuduh penggelapan salinan Akta PPJB Nomor 10 dianggap keliru dan tidak berdasar hukum.
Protokol yang dipegang oleh Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn hanya mencakup protokol dari Alm. Notaris Hengki Famdale, SH, dan pelapor tidak pernah menyerahkan salinan akta kepada Notaris Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn. Hal ini membuat objek yang dilaporkan menjadi kabur dan motif laporan tersebut patut dipertanyakan.
Dalam tanggapannya, Notaris Jefry Jonathan Ndun, SH., M.Kn menegaskan prinsip asas praduga tidak bersalah atau “presumption of innocence”.
Ia menyatakan bahwa laporan tersebut tidak tepat dan tendensius, tanpa didukung alat bukti hukum yang sah, sehingga dapat merusak reputasinya.
Jefry juga menjelaskan bahwa ia bukan notaris pembuat akta tersebut, melainkan hanya notaris pemegang protokol setelah Notaris Hengki Famdale meninggal dunia.
“Pelaporan yang dilakukan oleh Harvido Rubian seolah-olah saya melakukan penggelapan Akta PPJB Nomor 10, tanggal 5 Maret 2020 adalah sangat tidak beralasan menurut hukum dan telah merugikan kepentingan hukum saya yang juga dilindungi oleh undang-undang,” ujar Jefry Jonathan Ndun. (*)