MAKASSAR — Kota Makassar tengah dilanda geger setelah tangkapan layar percakapan WhatsApp yang melibatkan Oknum Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Mahyuddin, tersebar luas pada Sabtu, 14 September 2024. Dalam percakapan tersebut, Mahyuddin diduga memberikan arahan terkait dukungan politik dengan mengatakan, “Boleh, tapi disarankan khusus LP dan Kepala Sekolah, terukur kerja-kerjanya, karena nantinya kami akan bagikan PIN untuk merekrut suara DP-Azhar dan Indira-Ilham.”
Tangkapan layar ini menunjukkan instruksi Mahyuddin yang memfokuskan dukungan pada LP (Lembaga Pendidikan) dan Kepala Sekolah, serta rencana distribusi PIN untuk menarik suara bagi kandidat DP-Azhar dan Indira-Ilham. Ini memicu spekulasi dan kontroversi tentang keterlibatan pejabat publik dalam politik praktis, yang kini menjadi perhatian utama.
Kosongsatunews.com telah berusaha mengonfirmasi situasi ini melalui panggilan dan pesan WhatsApp kepada Mahyuddin. Meskipun pesan terkirim dan panggilan berdering, hingga berita ini tayang, belum ada balasan dari pihak yang bersangkutan.
Sumber lain mengungkapkan bahwa Oknum Kepala Dinas Pendidikan ini dikabarkan memiliki kekuatan besar yang dianggap membuatnya kebal terhadap sorotan publik dan tekanan. Hingga kini, belum ada konfirmasi resmi mengenai keaslian percakapan atau pelanggaran etika yang terjadi. Pihak berwenang diharapkan memberikan klarifikasi untuk menjaga integritas proses pemilihan.
Sementara itu, pihak Bawaslu Kota Makassar masih dalam upaya untuk dikonfirmasi mengenai kejadian ini. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 5 ayat (1) huruf d melarang PNS terlibat langsung dalam politik praktis, termasuk memberikan dukungan atau arahan politik. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat mengakibatkan sanksi mulai dari peringatan hingga pemecatan, sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf a, b, dan c.
Penting untuk dicatat bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024. Keterlibatan pejabat dalam politik adalah isu sensitif yang memerlukan penanganan hati-hati untuk memastikan bahwa setiap tindakan mematuhi peraturan dan tidak menciptakan ketidakadilan dalam proses demokrasi. Kontroversi ini diharapkan menjadi bahan evaluasi untuk mencegah penyalahgunaan wewenang di masa depan.
Dengan beredarnya informasi ini, masyarakat diharapkan lebih waspada dan kritis terhadap setiap dinamika politik yang terjadi, serta mendukung proses penyelidikan agar berlangsung transparan dan akuntabel. (Yusuf Buraearah)